Makalah Shalat Tarawih - hay kawan masih bersama saya admin belajar tani sukses kali ini saya akan membagikan makalah tentang shalat tarawih, yang merupakan shalat sunah dilakukan pada bulan suci ramadhan, yuk langsung aja share makalahnya dibawah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
Shalat Tarawih
A. LATAR BELAKANGMASALAH
Bulan Ramadhan adalah merupakan bulan suci, bulan yang
dimuliakanAllah Swt, bulan penuh maghfiroh (ampunan) dan berkah-Nya, bulan
dimanapintu-pintu surga dibuka lebar-lebar dan pintu neraka ditutup rapat, syaiton-syaiton
dibelenggu,bulan dimana jiwa menjadi tenang dan hati menjadi tentram. Oleh
sebab itulah Rasul Saw dalam bulan Ramadhan mengajak umatnya agar meningkatkan
ibadah, termasuk didalamnya beliau menggalakkan tuntunannya dalam melaksanakan
shalat dimalam bulan Ramadhan yangdinamakan Shalat Tarawih. Didalam shalat
tarawih ini, Rasul Saw hanya memberikan contohtuntunan dan tidak memberikan
batasan dalam jumlah raka’atnya. Hal tersebuttentunya memberikan kebebasan,
kelonggaran kepada umatnya untuk menentukan sendiri pilihannya dengan melihat
kondisi dan kemampuan sendiri,apakah ia mampu melaksanakan dengan 11 raka’at
atau 23 raka’at atau bahkan dengan 39 raka’at. Dengan demikian, ini adalah merupakan rahmat bagi umatnya.
Allah telah berfirman didalam Al-Quran yng artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya” (Qs.Al-Baqarah : 286)
Dari kasus-kasus yang kita hadapi mengenai shalat tarawih
dalamperbedaan jumlah rakaat dikalangan umat muslim. maka kelompok kami akan membahas
dalam bentuk sebuah makalah yang berjudul
pandangan ASWAJA Tentang shalat terawih.
BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Shalat Tarawih
A.
PENGERTIAN SHALAT TARAWIH
Shalat Tarawih adalah
shalat yang dilakukan pada malam bulan Ramadhan setelah shalat Isya’.
Mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan atau shalat tarawih itu hukumnya
sunnah bagi laki-laki dan perempuan. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Jama’ah, yang artinya,
“Dari Abu Hurairah r.a katanya,
“Rasulullah SAW. menganjurkan untuk mengerjakan shalat pada malam bulan
Ramadhan, tetapi tidak mewajibkannya. Beliau bersabda, “Barang siapa yang
bangun pada malam bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan keridhaan Allah
SWT, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu. (HR.
Jama’ah).[1]
Adapun pemberian nama terhadap
shalat yang ditambahkan atas shalat yang berlaku dengan nama “tarawih” karena
para sahabat beristirahat setelah dua salam dan membaca niat utuk setiap dua
rakaatnya.
B.
LANDASAN DISYARIATKANNYA SHALAT TARAWIH
Shalat tarawih dikerjakan dua
rakaat-dua rakaat setelah shalat isya sebelum mengerjakan shalat witir, tapi
cara ini menyalahi cara yang lebih utama. Waktunya berlangsung sampai akhir
malam. Para perawi meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Rasulullah SAW.
menganjurkan kaum Muslim mengerjakan shalat tarawih tanpa mengharuskannya”.
Beliau bersabda:
من قام رمضان إيمانا واحتسابا
غفر له ما تقدّم من ذنبه
“Barang siapa yang mengerjakan qiyam
Ramadhan atas dasar keimanan dan mengharapkan keridhaan Allah, maka dosanya
yang telah lalu diampuni (oleh Allah).”
Para perawi
yang meriwayatkan hadits di atas, selain Tirmidzi, juga meriwayatkan bahwa
Aisyah berkata, ”Nabi SAW. mengerjakan shalat di masjid, lalu banyak kaum
Muslim yang bermakmum di belakang beliau. Kemudian beliau mengerjakan shalat di
malam berikutnya, jumlah kaum Muslim yang bermakmum di belakangnya semakin
banyak. Ketika kaum Muslim berkumpul pada malam ketiga, Nabi SAW. tidak keluar
untuk mengimami mereka.[2][6] Di pagi
harinya, beliau bersabda:
و قد رأيت صنيعكم, فلم يمنعنى
من الخروج إليكم, إلاّ أنّى خشيت أن تُفرض عليكم.
“Aku telah
melihat apa yang kalian lakukan. Aku tidak keluar untuk mengimami kalian karena
aku khawatir itu akan diwajibkan atas kalian”.
Dari dua
hadits yang disebutkan terakhir, dapat disimpilkan bahwasannya hukum shalat
Tarawih adalah sunnah sebagaimana tutur Rasulullah yang tidak menginginkan para
sahabatnya menganggap shalat Tarawih itu wajib.
C.
ASAL MULA UMAR BIN AL KHATHTHOB MULAI MENGUMPULKAN
PARA JAMA’AH DALAM SHALAT TARAWIH
Dalam Shahih Al Bukhari pada Bab
“Keutamaan Qiyam Ramadhan” disebutkan beberapa riwayat sebagai berikut.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ
شِهَابٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله
عنه - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ » . قَالَ ابْنُ
شِهَابٍ فَتُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَالأَمْرُ عَلَى
ذَلِكَ ، ثُمَّ كَانَ الأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِى خِلاَفَةِ أَبِى بَكْرٍ وَصَدْرًا
مِنْ خِلاَفَةِ عُمَرَ - رضى الله عنهما -
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari
Humaid bin ‘Abdurrahman dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan qiyam
Ramadhan (shalat tarawih) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala
(hanya dari-Nya) maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu“. Ibnu Syihab
berkata; Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, namun
orang-orang terus melestarikan tradisi menegakkan malam Ramadhan (secara
bersama, jamaah), keadaan tersebut terus berlanjut hingga zaman kekhalifahan
Abu Bakar dan awal-awal kekhilafahan ‘Umar bin Al Khaththob radhiyallahu ‘anhu.
(HR. Bukhari no. 2009)
وَعَنِ ابْنِ
شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ
الْقَارِىِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ - رضى الله عنه
- لَيْلَةً فِى رَمَضَانَ ، إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ
مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّى الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ ، وَيُصَلِّى الرَّجُلُ فَيُصَلِّى
بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّى أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى
قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ . ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَىِّ بْنِ
كَعْبٍ ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى ، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ
بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ ، قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ ، وَالَّتِى
يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِى يَقُومُونَ . يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ ،
وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
Dan dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin
Az Zubair dari ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Qariy bahwa dia berkata, “Aku keluar
bersama ‘Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu pada malam Ramadhan menuju
masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah,
ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma’mum yang
jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka ‘Umar berkata, “Aku berpikir
bagaimana seandainya mereka semuanya shalat berjama’ah dengan dipimpin satu
orang imam, itu lebih baik“. Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu
mengumpulkan mereka dalam satu jama’ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka’ab.
Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata
orang-orang shalat dalam satu jama’ah dengan dipimpin seorang imam, lalu ‘Umar
berkata, “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih
dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam. Yang beliau maksudkan
untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum
melakukan shalat pada awal malam. (HR. Bukhari no. 2010)
D.
JUMLAH RAKAAT
SHALAT TARAWIH
Pada
masa sekarang ini banyak menunjukkan adanya kecenderungan gejala atau fenomena
yang menghawatirkan karena disini muncul saling menyalahkan, membid’ah
kan antara yang mengerjakan shalat tarawih 11 rakaat dengan yang mengerjakan
shalat tarawih 23 rakaat. Disini terjadi perbedaan, dan perbedaan ini tidak
untuk di pertentangkan atau saling menyalahkan antara satu dengan yang lainnya
tetapi harus saling menghargai, karena setiap kelompok mempunyai dalil atau
alasan kenapa mengerjakannya demikian. Ada beberapa riwayat yang menerangkan
tentang banyaknya jumlah rakaat shalat tarawih yang akan kami kemukakan disini
adalah sebagai berikut :
Ada beberapa pendapat mengenai
bilangan rakaat yang dilakukan kaum muslimin pada bulan Ramadhan sebagai
berikut:
1)
MADZHAB HANAFI
Sebagaimana dikatakan Imam Hanafi dalam kitab Fathul
Qadir bahwa Disunnahkan kaum muslimin berkumpul pada bulan Ramadhan sesudah
Isya’, lalu mereka shalat bersama imamnya lima Tarawih (istirahat), setiap
istirahat dua salam, atau dua istirahat mereka duduk sepanjang istirahat,
kemudian mereka witir (ganjil).
Syaikh As-Sarakhsi menyebutkan:
إِنَّهَا عِشْرُونَ رَكْعَةً سِوَى الْوِتْرِ عِندَنَا، وَقَالَ مَالِكٌ: اَلسُّنَّةُ فِيهَا سِتَّةٌ وَثَلاَثونَ
“Sesungguhnya ia (Tarawih) 20 rakaat selain Witir di sisi kami, dan Malik berkata: Sunnah padanya 36 rakaat.”[Al-Mabsuth, As-Sarakhsi, 2/144.]
إِنَّهَا عِشْرُونَ رَكْعَةً سِوَى الْوِتْرِ عِندَنَا، وَقَالَ مَالِكٌ: اَلسُّنَّةُ فِيهَا سِتَّةٌ وَثَلاَثونَ
“Sesungguhnya ia (Tarawih) 20 rakaat selain Witir di sisi kami, dan Malik berkata: Sunnah padanya 36 rakaat.”[Al-Mabsuth, As-Sarakhsi, 2/144.]
Syaikh Al-Kasani menyokong pendapat tersebut dengan
mengatakan:
وَأَمَّا قَدْرُهَا فَعِشْرُونَ رَكْعَةً فِي عَشَرِ تَسْلِيمَاتٍ، فِي خَمْسِ تَروِيحَاتٍ، كُلُّ تَسْلِيمَتَيْنِ تَرْوِيحَةٌ، وَهَذَا قَوْلُ عَامَّةِ الْعُلمَاءِ
“Dan adapun kadarnya maka (ia adalah) 20 rakaat dalam 10 kali salam, 5 kali rehat, setiap 2 kali salam ada 1 rehat. Dan inilah pendapat kebanyakan ulama’.”[Bada’i’ ash-Shana’i’, Al-Kasani, 1/288.]
وَأَمَّا قَدْرُهَا فَعِشْرُونَ رَكْعَةً فِي عَشَرِ تَسْلِيمَاتٍ، فِي خَمْسِ تَروِيحَاتٍ، كُلُّ تَسْلِيمَتَيْنِ تَرْوِيحَةٌ، وَهَذَا قَوْلُ عَامَّةِ الْعُلمَاءِ
“Dan adapun kadarnya maka (ia adalah) 20 rakaat dalam 10 kali salam, 5 kali rehat, setiap 2 kali salam ada 1 rehat. Dan inilah pendapat kebanyakan ulama’.”[Bada’i’ ash-Shana’i’, Al-Kasani, 1/288.]
Pendapat ini didukung pula oleh Al-Allamah Ibn
Abidin di dalam Hasyiahnya:
(قَوْلُهُ وَهِيَ عِشْرُونَ رَكْعَةً) هُوَ قَوْلُ الْجُمْهُورِ، وَعَلَيْهِ عَمَلَ النَّاسُ شَرْقًا وَغَرْبًا
“(Perkataannya: Dan ia 20 rakaat) adalah pendapat jumhur, dan atas pendapat inilah orang banyak beramal di timur dan barat.” [Radd al-Mukhtar ‘ala Ad-Durr al-Mukhtar yang dikenali dengan Hasyiah Ibn Abidin, 2/46.]
(قَوْلُهُ وَهِيَ عِشْرُونَ رَكْعَةً) هُوَ قَوْلُ الْجُمْهُورِ، وَعَلَيْهِ عَمَلَ النَّاسُ شَرْقًا وَغَرْبًا
“(Perkataannya: Dan ia 20 rakaat) adalah pendapat jumhur, dan atas pendapat inilah orang banyak beramal di timur dan barat.” [Radd al-Mukhtar ‘ala Ad-Durr al-Mukhtar yang dikenali dengan Hasyiah Ibn Abidin, 2/46.]
2)
MADZHAB MALIKI
Dalam kitab Al-Mudawwanah al
Kubro, Imam Malik berkata, Amir Mukminin mengutus utusan kepadaku dan dia
ingin mengurangi Qiyam Ramadhan yang dilakukan umat di Madinah. Lalu Ibnu Qasim
(perawi madzhab Malik) berkata :
“Tarawih itu 39 rakaat termasuk
witir, 36 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir” lalu Imam Malik berkata “Maka saya
melarangnya mengurangi dari itu sedikitpun”. Aku berkata kepadanya, “inilah
yang kudapati orang-orang melakukannya”, yaitu perkara lama yang masih
dilakukan umat.
Dari kitab Al-muwaththa’,
dari Muhammad bin Yusuf dari al-Saib bin Yazid bahwa Imam Malik berkata, “Umar
bin Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim al-Dari untuk shalat bersama
umat 11 rakaat”. Dia berkata “bacaan surahnya panjang-panjang” sehingga kita
terpaksa berpegangan tongkat karena lama-nya berdiri dan kita baru selesai
menjelang fajar menyingsing. Melalui Yazid bin Ruman dia berkata, “Orang-orang
melakukan shalat pada masa Umar bin al-Khattab di bulan Ramadhan 23 rakaat”.
Imam Malik meriwayatkan juga melalui
Yazid bin Khasifah dari al-Saib bin Yazid ialah 20 rakaat. Ini dilaksanakan
tanpa wiitr. Juga diriwayatkan dari Imam Malik 46 rakaat 3 witir. Inilah yang
masyhur dari Imam Malik.
3. Madzhab as-Syafi’i
Imam Syafi’i menjelaskan dalam
kitabnya Al-Umm, “bahwa shalat malam bulan Ramadhan itu, secara
sendirian itu lebih aku sukai, dan saya melihat umat di madinah melaksanakan 39
rakaat, tetapi saya lebih suka 20 rakaat, karena itu diriwayatkan dari Umar bin
al-Khattab. Demikian pula umat melakukannya di makkah dan mereka witir 3
rakaat.
Lalu beliau menjelaskan dalam Syarah
al-Manhaj yang menjadi pegangan pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif,
Kairo Mesir bahwa shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam dan witir
3 rakaat di setiap malam Ramadhan.
4. Madzhab Hanbali
Imam Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni
suatu masalah, ia berkata, “shalat malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat
Tarawih”, sampai mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad Muhammad
bin Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”.
Menurut Imam Hanbali bahwa Khalifah
Umar ra, setelah kaum muslimin dikumpulkan (berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab,
dia shalat bersama mereka 20 rakaat. Dan al-Hasan bercerita bahwa Umar
mengumpulkan kaum muslimin melalui Ubay bin Ka’ab, lalu dia shalat bersama
mereka 20 rakaat dan tidak memanjangkan shalat bersama mereka kecuali pada
separo sisanya. Maka 10 hari terakhir Ubay tertinggal lalu shalat dirumahnya maka
mereka mengatakan, “Ubay lari”, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan as-Saib bin
Yazid.
Beberapa Atsar Penguat tentang 23
rokaat shalat tarawih
Pertama: Atsar Atho’ (seorang tabi’in) yang
dikeluarkan dalam Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).
حدثنا بن
نمير عن عبد الملك عن عطاء قال أدركت الناس وهم يصلون ثلاثة وعشرين ركعة بالوتر
Telah menceritakan kepada kami Ibnu
Numair, dari ‘Abdul Malik, dari ‘Atho’, ia berkata, “Aku pernah menemukan
manusia ketika itu melaksanakan shalat malam 23 raka’at dan sudah termasuk witir
di dalamnya.”
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan
bahwa riwayat ini shahih.
Kedua: Atsar dari Ibnu Abi Mulaikah
yang dikeluarkan dalam Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).
حدثنا وكيع
عن نافع بن عمر قال كان بن أبي مليكة يصلي بنا في رمضان عشرين ركعة
Telah menceritakan kepada kami Waki’
dari Nafi’ bin ‘Umar, ia berkata, “Ibnu Abi Mulaikah shalat bersama kami di
bulan Ramadhan sebanyak 20 raka’at”.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan
bahwa riwayat ini shahih.
Ketiga: atsar adri ‘ali bin Robi’ah
yang di keluarkan dalam mushonnaf Ibni abi syaibah (2/163)
حدثنا الفضل بن دكين عن سعيد
بن عبيد أن علي بن ربيعة كان يصلي بهم في رمضان خمس ترويحات ويوتر بثلاث
Telah menceritakan kepada kami Al
Fadhl bin Dakin, dari Sa’id bin ‘Ubaid, ia berkata bahwa ‘Ali bi Robi’ah pernah
shalat bersama mereka di Ramadhan sebanyak 5 kali duduk istirahat (artinya: 5 x
4 = 20 raka’at), kemudian beliau berwitir dengan 3 raka’at.[6]
C. Kesimpulan
Dari apa yang kami sebutkan itu kita
tahu bahwa para ulama’ dalam empat madzhab sepakat bahwa bilangan Tarawih 20
rakaat. Kecuali Imam Malik karena ia mengutamakan bilangan rakaatnya 36 rakaat
atau 46 rakaat. Tetapi ini khusus untuk penduduk Madinah. Adapun selain
penduduk Madinah, maka ia setuju dengan mereka juga bilangan rakaatnya 20
rakaat.
Para ulama ini beralasan bahwa
shahabat melakukan shalat pada masa khalifah Umar bin al-Khattab ra di bulan
Ramadhan 20 rakaat atas perintah beliau. Juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi
dengan sanad yang shahih dan lain-lainnya, dan disetujui oleh para shahabat
serta terdengar diantara mereka ada yang menolak. Karenanya hal itu
menjadi ijma’, dan ijma’ shahabat itu menjadi hujjah (alasan) yang pasti
sebagaimana ditetapkan dalam Ushul al-Fiqh.[7]
Baca Juga :
0 Response to "Makalah Shalat Tarawih"
Post a Comment