Standar Operasional Perbankan Syariah - selamat sore sobat kalian semua, kali ini saya admin Belajar Tani sukses akan membagikan apa standar operasional bank syariah dan langsung saja share makalahnya di bawha ini..
BAB I
PENDAHULUAN
Standar Operasional Perbankan Syariah
A.
Latar Belakang
Secara
kelembagaan bank syari’ah dibedakan ke dalam Bank Umum Syari’ah dan Bank
Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS). Masing-masing bentuk bank syari’ah ini
memiliki sistem operasional sendiri-sendiri. Namun dari aspek mekanisme
kerjanya ada beberapa persamaannya. Dalam makalah ini, menjelaskan secara umum
sistem operasional bank syari’ah.
Pembahasan
makalah ini secara umum dikembangkan dalam topik-topik sebagai berikut:
organisasi dan mekanisme kerja bank syari’ah, mekanisme kerja, sistem
operasional bank syari’ah, pokok-pokok operasional bank syari’ah, kegiatan
operasional bank syari’ah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana organisasi dan mekanisme kerja bank syariah?
2. Bagaimana sistem dan operasional bank syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Makalah Standar Operasional Perbankan Syariah
A. Organisasi dan Mekanisme Kerja Bank Syariah
Organisasi
hanya merupakan alat dan wadah dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam
melakukan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan. Jika organisasi baik dan
benar, tujuan yang optimal relatif akan lebih mudah dicapai. Organisasi yang
baik, efektif, dan sesuai dengan kebutuhan bank adalah pengorganisasian (organizing)
yang dilakukan secara baik oleh organisator.
Organisasi
bank yang terbaik menurut pendapat Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan adalah yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1.
Organisasi Lini dan Staf merupakan organisasi yang
paling luwes karena sumber perintah dan tanggung jawab jelas, serta garis
perintah dan tanggung jawabnya melalui jalur vertikal terpendek. Dalam
pengambilan keputusan, manajer lini mendapat bantuan informasi dan saran-saran
dari para stafnya sehingga keputusan yang diambil relatif lebih baik.
2.
Pendepartemenan hendaknya
didasarkan atas proses produksi (aktivitas) agar hubungan pekerjaan vertikal
dan horizontal serasi terintegrasi, serta kontrol internal (check and
recheck) antar bagian berlangsung baik.
3.
Struktur organisasi hendaknya berbentuk segitiga
vertikal supaya pembagian pekerjaan, hubungan pekerjaan, jabatan karyawan jelas.
4.
Job description setiap
karyawan harus ditetapkan secara jelas untuk menghindari terjadinya tumpang
tindih pekerjaan.
5.
Adanya desentralization authority (pelimpahan
kewenangan) kepada para karyawan agar pelaksanaan pekerjaan dan pelayanan
nasabah dapat ditingkatkan karena birokratisme berkurang.
6.
Penempatan karyawan harus
didasarkan pada prinsip the right man on the right
placesehingga ada keefektifan organisasi.
7.
Rentang kendali untuk setiap bagian harus berdasarkan
kemampuan pimpinan dan volume pekerjaan yang akan dikerjakan, biasanya berkisar
tiga hingga sembilan orang.
8.
Organisasi bank harus dibagi
atas Front Office (customer service) dan Back Officesehingga pelayanan nasabah lebih baik dan lebih cepat.[1]
Untuk
memenuhi tuntutan kerja bank Syariah yang efektif, efisien, berintegritas
tinggi, dan melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip kehati-hatian
diharapkan manajemen bank Syariah memiliki kewenangan dan diberi fungsi yang
tegas dan pasti, agar dapat menjamin terselenggaranya kinerja perbankan Syariah
yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, transparan dan memberikan pendidikan
kepada masyarakat, menjaga kehati-hatian dan kejujuran, dan profesional.
Untuk
menunjang kinerja tersebut, selain memiliki struktur organisasi internal
seperti itu, diperlukan juga adanya institusi pendukung seperti: auditor
Syariah, pasar keuangan Syariah, forum komunikasi pengembangan perbankan
Syariah, lembaga penjamin pembiayaan Syariah, pusat informasi keuangan Syariah,
dan lembaga yang menangani sekuritisasi aset bagi bank Syariah yang
menginginkan peningkatan likuiditasnya.[1][2]
Contoh:
Organisasi
Bank Umum syari’ah dan Bank Pengkreditan rakyat syariah (BPRS)
|
|||
|
|
Direksi
|
Divisi/Urusan
|
Divisi/Urusan
|
Divisi/Urusan
|
Divisi/Urusan
|
Kantor
Cabang
|
Kantor
Cabang
|
Kantor
Cabang
|
Contoh:
Struktur
Organisasi Bank Umum Konvensional yang membuka Kantor Cabang Syari’ah.
RUPS/Rapat Anggota
|
Dewan
Komisaris
|
Dewan pengawas syari’ah
|
Direksi
|
Divisi/urusan
syari’ah
|
Divisi/urusan
|
Divisi/urusan
|
Divisi/urusan
|
Kantor
Cabang Syari’ah
|
Kantor
Cabang Syari’ah
|
Kantor
Cabang Syari’ah
|
Kantor
Cabang Syari’ah
|
Penjelasan Gambar:
a.
Rapat Umum Pemegang Saham
b.
Dewan komisaris
c.
Dewan Pengawas Syari’ah
d.
Dewan Direksi
1.
Direktur Utama
2.
Direktur
e.
Kepala Bidang Oprasional
1.
Kepala Bagian Layanan
a.)
Teller
b.)
Bagian Tabungan
c.)
Bagian Deposito
d.)
Service
Assistence
2.
Kepala Bagian Sistem Informasi Manajemen
a.)
Pembukuan
f.
Kepala Bagian Marketing
1.
Account
Officer
2.
Mobilisasi Dana
3.
Bagian support Pembiyaan
4.
Bagian Adminitrasi Pembiyaan
g.
Kepala Bagian Umum
1.
Sekretariat
2.
Perbekalan dan Perlengkapan
3.
Bagian Pengawasan Personalia
4.
Satpam
Sesuai
dengan struktur organisasi sistem perbankan Syariah maka mekanisme kerja pada
masing-masing bagian adalah sebagai berikut[4]:
1.
Dengan adanya Keputusan RUPS yang antara lain
menyangkut Laporan Pertanggung jawaban Direksi serta Rencana Kerja selanjutnya
maka bank Syariah dapat mengadakan langkah kebijaksanaan serta operasionalisasi
selanjutnya.
2.
Disamping itu adanya Fatwa Agama dari DPS terutama
yang menyangkut produk-produk bank Syariah maka langkah kebijaksanaan serta
operasionalisasi bank Syariah tersebut mendapatkan pengabsahannya.
3.
Selanjutnya dalam operasional
bank Syariah tersebut terdapat dua macam pengawasan:
a. Pengawasan internal oleh Dewan Komisaris, DPS
dan Direksi.
b. Pengawasan
eksternal oleh Bank Indonesia.[2]
B.
Sistem Operasional Bank Syariah
Pembicaraan
mengenai sistem operasional lembaga
keuangan syari’ah pada intinya adalah membicarakan tentang bagaimana kerja dan
optimalisasi masing-masing bagian dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Berkaitan dengan itu, maka adanya job description dan job spesification merupakan hal yang sangat penting.
1.
Job Diskripsi
Bahasan
berikut ini akan diuraikan tentang tugas dan kewenangan masing-masing bagian yang terkait dalam sistem
operasional bank syari’ah.[5]
a.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) [6]
Peran
utama para ulama dalam Dewan Pengawas
Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu
sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Syariah. Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala
(biasanya setiap tahun) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan Syariah.
Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan
membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian,
Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk
diteliti kembali dan difatwakan oleh DSN.
Anggota Dewan Pengawas Syariah seharusnya terdiri dari
Ahli Syariah, yang sedikit banyak menguasai hukum dagang positif dan cukup
terbiasa dengan kontrak-kontrak bisnis.
Untuk menjamin kebebasan mengeluarkan
pendapat maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.) Mereka
bukan staf bank, dalam arti bahwa mereka tidak tunduk di bawah kekuasaan
administratif.
2.) Merek dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
3.) Honorarium mereka ditentukan oleh RUPS.
4.) Dewan Pengawas Syariah mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas
tertentu seperti halnya Badan Pengawas lainnya.
Untuk
menyatukan pendapat antara Dewan Pengawas Syariah yang mungkin berbeda satu
dengan yang lainnya, untuk tingkat internasional telah dibentuk “International
of Islamic Bank’s” yang berkedudukan di Cairo. Sedangkan di tingkat
Nasional dibentuk suatu “Konsorsium Dewan Pengawas Syariah Nasional” di bawah
naungan Majelis Ulama Indonesia bekerja sama dengan Bank Indonesia.[8]
b.
Dewan Komisaris[9]
Dewan komisaris yang terdiri dari 3 orang atau lebih
yang dipimpin oleh seorang Komisaris Utama, bertugas dalam pengawasan intern
Bank Syari’ah, mengarahkan pelaksanaan yang dijalankan oleh Direksi agar tetap
mengikuti kebijaksanaan Perseroan dan Ketentuan yang berlaku.
Tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris:
1.)
Mempertimbangkan, menyempurnakan dan mewakili para
pemegang saham dalam memutuskan perumusan kebijaksanaan umum yang baru yang
diusulkan oleh Direksi untuk dilaksanakan pada masa yang akan datang.
2.)
Menyelenggarakan rapat umum luar biasa para pemegang
saham dalam hal pembebasan tugas dan kewajiban Direksi.
3.)
Mempertimbangkan dan memutuskan permohonan pembiayaan
yang diajukan kepada perusahaan yang jumlahnya melebihi maksimum yang dapat
diputuskan Direksi.
4.)
Memberikan penilaian atas neraca dan perhitungan R/L
tahunan, serta laporan-laporan berkala lainnya yang disampaikan oleh Direksi.
5.)
Memberikan persetujuan tentnag
pengikatan perseroan sebagai penanggung, penggadaian serta penjualan, baik
untuk barang bergerak maupun tidak bergerak kepunyaan perseroan.
6.)
Menyetujui atau menolak pinjaman
yang diajukan oleh para anggota Direksi.
7.)
Menyetujui semua hal yang menyangkut
perubahan-perubahan modal dan pembagian laba.
8.)
Menandatangani surat-surat saham yang telah diberi
nomor urut sesuai dengan yang diberikan dalam anggaran dasar perseroan.
9.)
Menyetujui pembagian tugas dan kewajiban diantara
anggota Direksi.
c.
Direksi[10]
Direksi yang terdiri seorang Direktur Utama dan
seorang atau lebih Direktur, bertugas dalam memimpin dan mengawasi kegiatan
Bank Syari’ah sehari-hari, sesuai dengan kebijaksanaan umum yang telah
disetujui Dewan Komisaris dalam RUPS.
Tugas dan tanggung jawab Direksi:
1.)
Merumuskan dan mengusulkan kebijaksanaan umum bank
Syariah untuk masa yang akan datang yang disetujui oleh Dewan Komisaris serta
disahkan dalam RUPS, agar tercapai tujuan serta kontinuitas operasional
perusahaan.
2.)
Menyusun dan mengusulkan
Rencana Anggaran Perusahaan dan Rencana Kerja untuk tahun buku yang baru
disetujui oleh Dewan Komisaris.
3.)
Mengajukan Neraca dan Laporan
Rugi-Laba tahunan serta laporan-laporan berkala lainnya kepada Dewan Komisaris
untuk mendapatkan penilaiannya.
4.)
Turut menandatangani
Surat-surat Saham yang telah diberi nomor urut sesuai dengan ketentuan didalam
Anggaran Dasar Perusahaan.
5.)
Menyetujui pemindahtanganan
saham-saham kepada pembeli baru yang ditunjuk dan dipilih oleh pemegang saham
lama, setelah mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar tentang
pemindahtanganan saham-saham tersebut.
6.)
Bertanggung jawab atas pengeluaran duplikasi surat
saham, tanda penerimaan keuntungan dan talon yang hilang serta mengumumkan disurat kabar resmi yang terbit
ditempat kedudukan perseroan.
7.)
Mengundang para pemegang saham untuk menghadiri Rapat
Pemegang Saham.
8.)
Mengajukan kepada Dewan Komisaris, jenis pelayanan
baru yang dapat diberikan perseroan kepada masyarakat untuk disetujui.
9.)
Memberi persetujuan atas penggunaan
formulir-formulir dan dokumen-dokumen lainnya dalam transaksi perseroan.
10.)
Menyetujui pinjaman yang diberikan kepada pegawai Bank
Syari’ah.
11.)
Mengangkat pejabat-pejabat Bank Syari’ah yang akan
diberi tanggung jawab mengawasi kegiatan perseroan.
12.)
Menyetujui besarnya gaji dan tunjangan lainnya yang
harus dibayarkan
kepada
para pejabat dan pegawai perseroan.
13.)
Mengamankan harta kekayaan perseroan agar terlindung
dari bahaya kebakaran, pencurian, perampokan dan kerusakan.
Tugas dan tanggung jawab Direktur Utama:
1.
Mewakili Direksi atas nama perseroan.
2.
Memimpin dan mengelola
perseroan sehingga tercapai tujuan perseroan.
3.
Bertanggung jawab terhadap operasional perseroan
khususnya dalam hubungan dengan pihak ekstern perusahaan.
4.
Bertanggung jawab kepada Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).
Tugas dan tanggung jawab Direktur:
1.
Mewakili Direktur Utama atas nama Direksi.
2.
Membantu direktur utama dalam mengelola perseroan
sehingga tercapai tujuan perseroan.
3.
Bertanggung jawab terhadap operasional perseroan,
khususnya dalam hubungan dengan pihak intern perusahaan.
4.
Bersama-sama direktur utama bertanggung jawab kepada
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)[11].
d. Bidang Marketing
Fungsi bidang
marketing adalah sebagai aparat manajemen yang ditugaskan untuk membantu
Direksi dalam menangani tugas-tugas khususnya yang menyangkut bidang marketing dan pembiayaan (kredit).
Disamping itu juga sebagai supervisi dan pekerjaan lain sesuai dengan ketentuan
manajemen.
Tugas-tugas pokok bidang marketing:
1.
Melakukan koordinasi setiap pelaksanaan tugas-tugas
marketing dan pembiayaan (kredit) dari unit/bagian yang berada di bawah supervisi-nya, hingga dapat memberikan
pelayanan kebutuhan perbankan bagi nasabah secara efisien dan efektif yang
dapat memuaskan dan menguntungkan baik bagi nasabah maupun bank Syariah.
2.
Melakukan monitoring, evaluasi, review dan surpervisi terhadap pelaksanaan tugas dan
fungsi bidang marketing (perkreditan) pada unit/bagian yang ada dibawah supervisi-nya.
3.
Bertindak sebagai Komite
Pembiayaan dalam upaya pengambilan keputusan pembiayaan (kredit).
4.
Melakukan monitoring, evaluasi, review terhadap kualitas portofolio pembiayaan (kredit) yang telah
diberikan dalam rangka pengamanan atas setiap pembiayaan (kredit) yang telah
diberikan.
5.
Aktif menyampaikan pendapat, saran dan opini kepada
Direksi mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan bidang marketing dan
pembiayaan (kredit).
6.
Melayani, menerima tamu (calon nasabah atau nasabah)
secara aktif yang memerlukan pelayanan jasa perbankan.
7.
Memelihara dan membina hubungan baik dengan pihak
nasabah serta antar unit kerja yang ada di bawah serta lingkungan perusahaan.
8.
Menyusun strategi dan selaku
marketing nasabah baik dalam rangka penghimpunan sumber dana maupun alokasi
pemberian pembiayaan secara efektif dan terarah.
9.
Berkewajiban untuk meningkatkan
mutu pelayanan perbankan terhadap nasabah maupun calon nasabah.
10. Berkewajiban
untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk membantu kelancaran tugas
sehari-hari.[12]
e. Bidang Operasional
Fungsi
bidang operasional sebagai aparat manajemen yang ditugaskan untuk membantu
direksi dalam melakukan tugas-tugas dibidang operasional bank. Fungsi tersebut
meliputi aspek-aspek kuantitatif dan kualitatif secara efisien dan efektif
dalam rangka pelaksanaan dan pengamanan pelayanan jasa-jasa perbankan
berdasarkan sistem dan prosedur oeprasional perusahaan yang telah ditetapkan
serta sesuai dengan kebijaksanaan manajemen serta peraturan-peraturan
Pemerintah (Bank Indonesia). Disamping itu juga melaksanakan fungsi supervisi
dan pekerjaan lain yang sesuai dengan kebijaksanaan manajemen.
Tugas-tugas pokok bidang operasional:
1.
Melaksanakan supervisi terhadap setiap pelayanan dan
pengamanan jasa-jasa perbankan dari setiap unit yang berada di bawah tanggung
jawabnya.
2.
Turut membantu pelayanan secara
aktif atas tugas-tugas harian setiap unit/bagian yang berada dibawah tanggung
jawab.
3.
Turut membantu pelayanan secara aktif atas tugas-tugas
harian setiap unit yang berada di bawah tanggung jawabnya.
4.
Aktif memberikan saran kepada
Direksi mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan tugasnya sehari-hari
termasuk mengusulkan produk-produk perbankan yang diperlukan nasabah.
5.
Turut memelihara dan membina hubungan baik dengan
pihak nasabah secara antar unit maupun bidang lingkungan perusahaan dalam
rangka menjaga mutu pelayanan kepada nasabah sehingga berada di tingkat yang
memuaskan serta terciptanya suasana kerja yang sehat di lingkungan perusahaan.
6.
Berkewajiban untuk meningkatkan mutu pengetahuan dan
ketrampilan, baik pribadi maupun bawahannya untuk kelancaran pelaksanaan
tugasnya.
7.
Melaksnakan tugas-tugas lain
yang diberikan oleh Direksi sepanjang tugas-tugas tersebut masih dalam ruang
lingkup dan fungsinya Kepala Bidang Operasional.[13]
f. Bidang Umum[14]
Fungsi
bidang umum adalah sebagai staf/karyawan bank yang bertugas untuk membantu
penyediaan sarana kebutuhan karyawan atau perusahaan agar dapat melanjutkan
tugasnya dengan baik. Disamping itu juga berfungsi sebagai sekertariat.
Demikian pula tugas-tugas terkait dengan urusan personalia/kepegawaian. Bidang
umum juga dapat melaksanakan tugas-tugas lain sesuai dengan ketentuan Direksi.
Tugas-tugas pokok bidang umum:
1.
Menginventariskan kebutuhan-kebutuhan karyawan atau
perusahaan dan kemudian menyediakannya sepanjang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2.
Melakukan pengadaan/pembelian serta pembukuan dan
melakukan penyusutan atas setiap harta/inventaris kantor sesuai dengan
ketentuan yang berlaku tentang penyusutan tersebut serta dengan memperhatikan
pengendalian biaya.
3.
Memelihara/menjaga harta inventaris kantor agar tetap
dalam kondisi yang baik, dan bertanggung jawab atas keamanan harta/peralatan
tersebut.
4.
Secara periodik memeriksa
kondisi harta/inventaris kantor dan melaporkannya kepada Direksi apabila
terdapat masalah-masalah yang perlu diputuskan.
5.
Memberikan saran, pendapat, opini terhadap setiap
masalah yang timbul dalam ruang lingkup tugas dengan baik.
6.
Membina, memelihara hubungan baik serta turut serta
memotivasi seluruh karyawan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
7.
Menginventariskan permasalahan yang timbul dalam hal
kepegawaian serta mengajukan usul dan alternatif pemecahan masalahnya.
8.
Menyiapkan, melakukan pembayaran gaji karyawan sesuai
dengan ketentuan Direksi.
9.
Menjaga sifat kerahasiaan hal-hal yang menyangkut
dengan kepegawaian seperti gaji dan lain-lain.
10. Memberikan
informasi kepada seluruh karyawan mengenai hak dan kewajiban karyawan sesuai
dengan ketentuan Direksi.
11. Berkewajiban
untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan baik untuk diri sendiri maupun
penyiapan program peningkatan bagi karyawan lain.
12. Melaksanakan
tugas lain sesuai dengan manajemen sepanjang masih dalam ruang lingkup
fungsinya sebagai staf umum dan personalia.
g. Bidang Pengawasan
Bidang
pengawasan disini adalah penegasan manajerial yang dijumpai oleh Direksi
(Direktur Utama) agar perusahaan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan serta
dapat mencapai keberhasilan yang optimal. Diluar bidang pengawasan masih
juga terdapat pengawasan pembiayaan yang merupakan pengawasan fungsional.
Tugas
pokok Bidang Pengawasan tersebut ialah mengawasi seluruh kegiatan bank Syariah
agar dapat berjalan lancar sehingga dapat mencapai keberhasilan secara baik. [15]
2. Job Spesifikasi
Bagian-bagian
yang termasuk dalam menangani secara khusus pada operasional bank syari’ah
meliputi[16]:
a. Mobilisasi
Dana/Funding
Bagian
mobilisasi dana bertugas dalam pengumpulan dana masyarakat sesuai dengan funding yang ada, seperti saham,
deposito, mudhorobah, tabunganmudharabah, titipan wadi’ah yad dhomamah, zakat, infaq dan shadaqah. Untuk mencapai hasil yang
optimum maka sebelum Bagian Mobilisasi Dana tersebut beroperasi, haruslah
membuat Rencana Target yang ingin dicapai.
b. Account
Officer (A/O)
A/O
bertugas memproses calon Debitur atau permohonan pembiayaan sehingga menjadi
debitur. Selanjutnya membina debitur tersebut agar memenuhi kesanggupannya terutama
dalam pembayaran kembali pinjamanya.
c. Bagian Support Pembiayaan
Bersamaan
dengan A/O mengadakan penilaian Pemohon Pembiayaan sehingga memenuhi kriteria
persyaratannya. A/O dalam memproses calon debiutr dalam kendalanya, sedangkan
bagian support pembiayaan dari segi
keabsahannya, seperti kebenaran lampiran, usaha maupun penggunaan pembiayaan,
taksasi jaminan, keabsahan jaminan dan keabsahan lainnya.
d. Bagian
Administrasi Pembiayaan.
Di
dalam proses pembiayaan terdapat administrasi yang ditangani oleh A/O ataupun
bagian support pembiayaan. Disamping itu
setelah pemohon menjadi debitur mulai dari pencairan dananya sampai pelunasan
ataupun pembayaran-pembayaran debitur akan ditangani oleh bagian administrasi
pembiayaan.
e. Bagian Pengawasan Pembiayaan.
Bagian
pengawasan pembiayaan bertugas untuk memantau pembiayaan antara lain membuat
surat-surat peringatan kepada debitur, penagihan-penagihan. Di samping itu juga
mengadministrasikan jaminan ataupun mengurusi file debitur.
f. Service
Assistent (S/A).
S/A memberikan
informasi dalam hal operasional kantor bank Syariah. Disamping itu S/A
mengadminsitrasikan nasabah funding yang baru.
g. Kas dan Teller.
Kas dan Teller selaku kuasa bank untuk
melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan penerimaan dan penarikan pembayaran
uang. Tugas kas dan teller juga mengatur dan memelihara saldo/posisi uang kas yang ada dalam
tempat khasanah bank.
h. Bagian
Jasa Nasabah (Janas)
Janas
bertugas untuk melakukan pencatatan transaksi pembayaran nasabah (funding)
kemudian melakukan penjurnalan.
i.
Bagian Pembukuan[17]
Bagian pembukuan
bertugas didalam pembuatan neraca dan daftar laba/rugi. Disamping itu bagian
pembukuan juga bertugas dalam pembuatan laporan ke Bank Indonesia dan tugas
lain yang sesuai dengan policy perusahaan.
j.
Sekertariat
Tugas
sekertariat adalah pengelolaan surat-menyurat, arsifaris dan dokumen. Dapat
pula diserahi tugas lain sesuai dengan kebijakan perusahaan.
k. Personalia
Personalia
bertugas dalam pekerjaan yang terkait dengan kepegawaian, seperti urusan
kesejahteraan karyawan, kenaikan pangkat, pendidikan, dan urusan kesejahteraan
lain.
l.
Perbekalan/Perlengkapan
Perbekalan
bertugas mempersiapkan sarana serta perlengkapan kantor. Dapat pula diberi
tugas sesuai policy perusahaan.
m. Bagian
Keamanan dan Urusan Rumah Tangga Kantor.
Bagian
keamanan dan urusan rumah tangga kantor bertugas mengamankan kekayaan kator
serta pemeliharaannya, dan urusan rumah tangga lainnya.
n. Bagian
Pengawasan Personalia.
Bagian
pengawasan personalia bertugas mengamati personalia karyawan dan kegiatan
tugasnya di bank Syariah, kemudian melaporkan kepada Direksi.
o. Bagian
Pengawasan Marketing
Berfungsi
mengamati kegiatan bidang marketing, kemudian melaporkan kepada Direksi yang
membidanginya.
p. Bagian
Pengawasan Operasional
Berfungsi
mengamati kegiatan di bidang operasional, kemudian melaporkan kepada Direksi
yang membidanginya.
q. Bagian
Pengawasa Umum
Berfungsi
mengamati kegiatan bidang umum dalam operasionalnya, misalnya di bidang
perbekalan, bagian keamanan dan urusan rumah tangga kantor, kemudia memberi
laporan kepada Direksi yang membidanginya.
Dari
bagian-bagian operasional lembaga keuangan Syariah yang secara langsung
berurusan dengan persoalan akutansi adalah bagian pembukuan.[3][18]
C.
Pokok-Pokok Operasional Bank Syari’ah
1. Landasan Operasional Bank
Syariah[19]
Seperti
diketahui bahwa landasan utama beroperasinya bank Syariah di Indonesia, selain
UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, juga UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Kemudian sekarang
telah pula diperkuat dengan lahirnya UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
Namun,
bagaimanapun seperti lazimnya sebuah undang-undang ia tidak banyak mengatur
hal-hal yang bersifat operasional mengenai bank Syariah, melainkan hanya
mengatur hal-hal atau mengenai prinsip-prinsip yang bersifat umum saja
berkaitan dengan eksistensi bank Syariah dalam tata hukum perbankan di
Indonesia.
Dalam
rangka itulah Bank Indonesia selaku bank sentral telah mengeluarkan sejumlah
peraturan sebagai landasan operasional bagi bank Syariah dalam menjalankan
fungsinya selaku lembaga perantara keuangan (intermediary financial
institution), yaitu:
a.
Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kelembagaan
bank Syariah, yang meliputi: pendirian, kepemilikan, kepengurusan, kegiatan
usaha serta produk-produk bank Syariah, yaitu:
1.) Peraturan Bank Indonesia No.6/24/PBI/2004 Tanggal 14 Oktober 2004
tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
2.) Peraturan
Bank Indonesia No.6/17PBI/2004 Tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan
Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
3.) Peraturan Bank Indonesia No.4/1/PBI/2002 Tanggal 27 Maret 2002
tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukuan Kantor Bank Berdasarkan Prinsip
Syariah oleh Bank Umum Konvensional.
b.
Peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan masalah likuiditas dan instrumen moneter yang sesuai dengan
prinsip Syariah, antara lain:
1.) Peraturan
Bank Indonesia No.6/7/PBI/2004 Tanggal 16 Febuari 2004 tentang Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia.
2.) Peraturan Bank Indonesia No.2/7/PBI/2000 tentang Giro Wajib
Minimum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum yang Melakukan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
3.) Peraturan
Bank Indonesia No.2/8/PBI/2000 Tanggal 23 Febuari 2000 tentang Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah.
4.) Peraturan
Bank Indonesia No.2/4/PBI/2000 Tanggal 11 Febuari 2000 tentang Kliring bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Bank Umum Konvensional.
5.) Peraturan Bank Indonesia No.5/3/PBI/2003 Tanggal 4 Febuari 2003 tentang
Fasilitas Pembayaran Jangka Pendek bagi Bank Syariah.
c.
Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pelaksanaan
prinsip kehatia-hatian dan kesehatan bank Syariah, antara lain:
1.) Peraturan Bank Indonesia No.5/23/PBI/2003 Tanggal 23 Oktober 2003
tentang Penerapan Prinsip Mengenai Nasabah (Know Your Customer Principles)
bagi Bank Perkreditan Rakyat.
2.) Surat
Edaran Bank Indonesia No.6/19/DPBPR tentang Pedoman Standar Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah bagi Bank Perkreditan Rakyat.
3.) Peraturan
Bank Indonesia No.5/7/PBI/2003 Tanggal 16 Mei 2003 tentang Kualitas Aktiva
Produktif bagi Bank Syariah.
4.) Peraturan Bank Indonesia No.5/9/PBI/2003 Tanggal 19 Mei 2003
tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif bagi Bank Syariah.
5.) Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 Tanggal 12 April 2004
tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. [20]
d.
Peraturan-peraturan lain yang diterbitkan baik oleh
Bank Indonesia sendiri selaku bank sentral maupun oleh lemabaga lain sebagai
pendukung operasional bank Syariah, antara lain misalnya:
1.) Keputusan
Presiden RI No.17 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No.26
Tahun 1993 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum.
2.) Peraturan
Bank Indonesia No.5/17/PBI/2003 Tanggal 3 September 2003 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank
Perkreditan Rakyat.
3.) Ketentuan-ketentuan lain dalam bentuk fatwa yang dikeluarkan oleh
lembaga terkait seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Syariah
Nasional (DSN)[21]
2. Kegiatan Usaha Bank Syariah
Pengaturan
mengenai kegiatan usaha bank di Indonesia secara umum didasarkan pada ketentuan
Pasal 6, Pasal 7, Pasal 10, Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 UU No.10 Tahun 1998
tentang Perubahan Atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Khusus
mengenai kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank Syariah diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan PBI
No.6/17/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
Aturan ini kemudian disempurnakan da dipertegas dalam Pasal 19 dan Pasal 20
Ayat (1) dan Ayat (3) serta Pasal 21 UU No.21 Tahun 2008.[[4]22]
D. Kegiatan Operasional Bank Syariah
1. Bidang Marketing[23]
Sebagai
langkah awal bidang marketing membuat rencana target, baik untuk produk funding maupun produk financing. Dalam membuat target tersebut
haruslah disesuaikan dengan Rencana Kerja Operasional Bank Syari’ah yang dibuat
oleh Direksi.
Kegiatan operasionalnya adalah:
a. Pemasaran
produk dengan melakui bermacam-macam media pemasaran, baik media elektronik,
cetak, pertemuan-pertemuan, pengajian-pengajian, khutbah jum’ah dan sebagainya.
b. Kegiatan funding officer dan anggotanya terutama dalam
mobilisasi dana, hasilnya:
1.) Funding: Saham, deposito, mudhorobah, tabungan mudhorobah, titipan wadiah yad dhomamah, atau zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS).
2.) Setelah diadministrasikan oleh FO, Funding yang baru diserahkan kepada SA
dan bagian jasa nasabah (Janas), sedangkan funding kelanjutan langsung diserahkan
kepada Teller/kasir.
3.) Hasil pembiayaan diserahkan kepada A/O untuk diproses selanjutnya.
c. Operasionalisasi Account Officer (A/O) atau Pembina Pembiayaan.
1.) Membuat
struktur dana dan alokasi dana dari dana mobilisasi tersebut untuk memenuhi permohonan
pembiayaan yang masuk.
2.) Memproses
calon debitur yang masuk.
3.) Membina
debitur agar lancar pengembalian pembiayaan serta mengurangi risiko (menekan
risiko) atas pembiayaan yang diberikan.
d. Operasionalisasi Bagian Support Pembiayaan.
1.) Memproses
calon debitur dari segi keabsahan, taksasi jaminan.
2.) Mengatasi
permasalahan debitur yang mungkin terjadi.
e. Oeprasionalisasi Bagian Administrasi Pembiayaan.
1.) Menyiapkan surat persetujuan administrasi pembiayaan (SPP).
2.) Menyiapkan
aqad pembiayaan serta pengikatan jaminan.
3.) Menyiapkan
slip-slip pencairan pembiayaan.
4.) Menyiapkan
kartu angsuran untuk debitur
5.) Menyiapkan kartu pembiayaan (untuk bank)
6.) Menyiapkan
slip-slip pembayaran kembali, angsuran atau pelunasan
7.) Menyelenggarakan
file debitur
8.) Pengamanan jaminan
9.) Khusus untuk mudharabah atau musyarakah :
a.) Membuat
tabel rencana pembayaran
b.) Membuat
aktualisasi pembayaran
f.
Operasionalisasi Bagian
Pengawasan Pembiayaan
1.) Membuat
register calon debitur
2.) Membuat
register debitur
3.) Membuat
daftar rencana angsuran/pembayaran debitur dan aktualisasinya
4.) Membuat
srat-surat peringatan
5.) Pemecahan
permasalahan debitur
2.
Bidang Operasional
a. Service Operasional
1.) Informasi
Kegiatan Bank Syariah terutama Bidang Marketing dan Bidang Operasional.
2.) Pencatatan
Nasabah Funding yang baru.
b. Teller/Kasir
1.) Transaksi
keuangan tunai: setoran dan pembayaran.
2.) Laporan
kas harian.
c. Jasa
Nasabah
Penyelenggara funding: deposito mudharabah, tabungan mudharabah, zakat, infaq.
3.
Bagian Tata Buku
a. Pembukuan
transaksi fisik pada kasir/teller
b. Pembukuan
transaksi rekening bank
c. Pembuatan
neraca dan daftar rugi/laba harian
d. Pembuatan
neraca dan daftar rugi/laba bulanan
e. Laporan
ke Bank Indonesia
4.
Bidang Umum
a. Sekertariat
b. Perbekalan
c. Personalia
5.
Bidang Pengawasan[26]
a. Pengawasan Marketing
1. Pengawasan
sesuai dengan Syariah
2. Pengawasan
proseduril
3. Publik
opini, masukan untuk pemecahan masalah
b. Pengawasan
Personil
1. Pengawasan
dalam Dinas dan Pengawasan di luar Dinas
a.) Pengalaman
Islam
b.) Kedisiplinan
c.) Ketrampilan
kerja
d.) Kreativitasnya
e.) Kerjasama
c. Penilaian
secara periodik
d. Pengawasan
Umum
1. Pengawasan
kekayaan/inventaris
2. Pengawasan perbekalan/biaya kantor
3. Pengawasan
akutansi
Catatan
:
1.
Bidang pengawasan adalah pengawasan manajerial yang
langsung ditangani direksi.
2.
Petugas-petugas merupakan media
penyerap data untuk bahan masukan kepada direksi dalam mengambil keputusan.
3.
Di samping itu sewaktu-waktu diperlukan oleh direksi
dapat diadakan pemeriksaan langsung di bidang-bidang yang diinginkan sebagai
tindak lanjut dari bidang pengawasan tersebut.[2[5]7]
BAB III
PENUTUP
Dari
kesimpulan makalah diatas, maka dapat saya simpulkan bahwa Perbankan syari’ah
di Indonesia saat ini telah memasuki periode perkembangan yang ditandai
dengan bank-bank syariah baru. Hal ini dimungkinkan dengan adanya landasan
hukum yang jelas yaitu Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang mengubah
Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta peraturan-peraturan
pelaksanaanya. Berdasarkan Undang-undang perbankan yang baru, sistem perbankan
di Indonesia terdiri dari bank umum konvensional dan bank umum syariah.
Organisasi
maupun sistem operasional bank syariah terdapat perbedaan dengan bank pada
umumnya, terutama adanya Dewan Pengawas Syariah dalam struktur organisasi dan
adanya sistem bagi hasil. Dapat dikatakan pula bahwa manajemen bank syariah
merupakan pengembangan dari manajemen bank konvensional.
BAB IV
DAFTAR
PUSTAKA
Antonio, Syafi’i, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Hasibuan, S.P, Malayu. 2009. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Muhamad. 2002. Manajemen bank syari’ah. Yogyakarta:
AMP YKPN
Sumitro, Warkum. 2004. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BAMUI,
Takaful dan Pasar Modal Syariah). Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Wirdyaningsih. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.
0 Response to "Standar Operasional Perbankan Syariah"
Post a Comment