MAKALAH MANAJEMEN DAN OPERASIONAL BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT) DI INDONESIA - Pada Kesempatan pagi kali ini saya mebagikan makalah bmt agar berguna bagi pembaca semuanya yg khususnya membuka bmt.
A.
Pendahuluan
1. Pengertian BMT
BMT merupakan
kependekan dari Baitul Mal wa Tamwil. Lembaga ini merupakan gabungan
dari dua fungsi, yaitu baitul mal atau rumah dana serta baitul tamwil
atau rumah usaha.[1]
Baitul mal telah dikembangkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW sebagai lembaga
yang bertugas untuk mengumpulkan sekaligus membagikan (tashoruf) dana
sosial, seperti zakat, infak dan shodaqoh (ZIS). Sedangkan baitu tamwil
merupakan lembaga bisnis keuangan yang berorientasi laba.
BMT memiliki
visi, misi serta tujuan yang mengarah kepada upaya meningkatkan kualitas ibadah
anggota khususnya, sebagai wakil-pengabdi Allah dalam memakmurkan kehidupan
ekonomi masyarakat pada umumnya. Ibadah dalam hal ini berarti luas dalam segala
aspek kehidupan, demi mewujudkan sebuah pola kehidupan sosial masyarakat yang
adil dan makmur, khususnya dalam hal kesejahteraan ekonomi.
BMT merupakan
sebuah usaha bisnis. Dengan begitu, BMT dikelola secara profesional sehingga
mencapai tingkat efiiensi ekonomi tertentu, demi mewujudkan kesejahteraan
anggota, seiiring penguatan kelembagaan BMT itu sendiri. Pada sudut pandang
sosial, BMT (dalam hal ini baitul mal) berorientasi pada peningkatan kehidupan
anggota yang tidak mungkin dijangkau dengan prinsip bisnis. Stimulan melalui
dana ZIS akan mengarahkan anggota untuk mengembangkan usahanya, untuk pada
akhirnya mampu mengembangkan dana bisnis.
2.
Landasan Yuridis
Walaupun
sama-sama merupakan lembaga keuangan syariah, serta memiliki sistem dan
mekanisme kerja yang relatif sama, pada tataran hukum, BMT belum bisa
disejajarkan dengan bank syariah. Perbankan syariah telah memperoleh landasan
yuridis berdasarkan Undang Undang Perbankan.
Pertama kali berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan kemudian diubah
dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998. Berdasarkan undang-undang tersebut
perbankan syari’ah telah memiliki legitimasi hukum yang kuat.
Legalitas
keberadaan BMT dianggap sah karena tetap berasaskan Pancasila, UUD 1945 dan
prinsip syariah Islam. Pada sudut pandang lembaga sosial, BMT memiliki kesamaan
fungsi dengan Lembaga Amil Zakat. BMT dituntut untuk daapat menjadi LAZ yang
mapan dalam pengumpulan dan penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf dari mustahiq
kepada golongan yang paling berhak sesuai ketentuan syariah dan UU No. 38 tahun
1999 tentang pengelolaan zakat.
Sebagai lembaga
bisnis, legalitas BMT sebagai lembaga yang bergerak dalam penghimpunan dana
masyarakat terbentur status hukum yang sulit. Sebagai lembaga yang bukan bank,
usaha yang dilakukan oleh BMT lebih dekat kepada koperasi simpan-pinjam. BMT sebagai lembaga keuangan mikro bergerak dalam kegiatan usaha
menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat. Betapapun kegiatan
penghimpunan dan penyaluran dana oleh BMT ini dalam skala kecil, namun kegiatan
usaha ini secara yuridis tampak berlawanan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang perbankan.
Menurut
pasal 16 ayat (1) Undang Undang Nomor 10 tahun 1998, kegiatan menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh Bank Umum atau
BPR, kecuali apabila kegiatan itu diatur dengan undang-undang tersendiri.
Sebagaimana juga yang tercantum dalam pasal 46 UU tersebut, BMT seharusnya
mendapatkan sanksi karena menjalankan usaha perbankan tanpa izin usaha. Namun
di sisi lain, keberadaan BMT di Indonesia justru mendapatkan dukungan dari pemerintah,
dengan diluncurkan sebagai Gerakan Nasional pada tahu 1994 oleh Presiden.
Untuk
mengatasi krisis hukum tersebut, maka dalam prakteknya sebagian BMT mengambil
bentuk badan usaha koperasi dan sebagian lain belum memiliki badan usaha yang
jelas atau masih bersifat pra-koperasi.
Koperasi sendiri merupakan bentuk badan usaha yang relatif lebih dekat
untuk BMT, tetapi menurut Undang Undang Perkoperasian kegiatan menghimpun dana
simpanan terbatas hanya dari para anggotanya (Pasal 44 UU. No. 25/ 1992). Pasal
44 ayat (1) U.U. No. 25 Tahun 1992 mengatur bahwa koperasi dapat menghimpun
dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk
anggota koperasi yang bersangkutan, atau koperasi lain dan/atau anggotanya. Salah satu nama yang
berkembang kemudian adalah lembaga KJSK (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) yang
berstatus hukum koperasi.
3.
BMT
di Indonesia
Sejarah BMT ada
di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman
yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha
kecil. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang
secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
(PINBUK). Pada perkembangannya, menurut Ketua Umum Asosiasi BMT Seluruh
Indonesia (Absindo), Aries Muftie, saat ini setidaknya terdapat sekitar
3.000-4.000 BMT di seluruh Tanah Air.[2]
Perkembangan
tersebut terjadi disebabkan oleh gerakan BMT yang berskala mikro, sehingga
lebih dekat kepada masyarakat menengah ke bawah. Cukup dengan sejumlah modal
dan beberapa orang yang bersedia menggerakkan dengan prinsip syariah, maka BMT
sudah dapat didirikan, bahkan di desa terpencil sekalipun.
Dalam
kinerja operasionalnya, BMT di Indonesia sama dengan fungsi utama operasional
bank syariah yang mencakup penghimpunan dana dari masyarakat (funding)
dan penyaluran dana (fibnancing) sebagai bentuk usaha BMT itu sendiri.
Sistem yang digunakan tentu saja merupakan sistem yang berlandaskan syariah
Islam. Akad-akad yang diterapkan dalam perbankan syariah juga diterapkan di
BMT, seperti mudharabah, murabahah, wadia’ah hingga qardhul hasan, baik
dalam konteks penghimpunan maupun penyaluran dana dari dan kepada masyarakat.
B. KOMPARASI OPERASIONAL BMT DAN BANK
SYARIAH
Pada bagian ini
akan dibahas mengenai BMT Dana Mentari. Perbedaan, persamaan
maupun keunggulan BMT dibandingkan bank syariah juga akan dibahas di sini.
Selain itu, produk-produk dari BMT Dana Mentari juga akan dibahas.
1. Profil
BMT Dana Mentari
Gagasan berdirinya BMT ini berawal
dari diskusi kecil tentang perekonomian Islam yang dilakukan oleh beberapa
orang, antara lain Sutopo Aji, A. Sobirin, Waryoto, Khomsatun, dan Johar pada
tahun 1995. Mereka merupakan aktivis AMM (Angkatan Muda Muhammadiyah). Beberapa
kali diskusi dilakukan dari bulan Agustus sampai bulan Oktober. Setelah muncul
kesepakatan dengan berbagai analisis yang kuat maka, pada 1 Oktober 1995, BMT
Dana Mentari mulai melangkah di Purwokerto, yang sekaligus merupakan BMT
pertama di kota Satria ini.
Modal awal BMT
Dana Mentari adalah dua juta rupiah. Dengan modal awal yang tidak terlalu
banyak tersebut tidak menyurutkan langkah pengelola BMT Dana Mentari untuk
tetap semangat memperjuangkan ekonomi islam. Setelah berjalan beberapa bulan,
baru pada tahun berikutnya, yaitu 1996, BMT Dana Mentari memiliki izin atau
berbadan hukum sebagai lembaga koperasi. Sejak saat itulah, BMT Dana Mentari
memulai gerakannya melalui bisnis keuangan yang berasaskan prinsip syariah
Islam.
2. Mekanisme
Kerja
Mekanisme kerja
dari BMT Dana Mentari pada prinsipnya sama dengan bank syariah, di mana BMT
Dana Mentari juga menerapkan sistem penghimpunan dana dari masyarakat (baik
dana sosial maupun bisnis), serta menyalurkan dana tersebut dalam bentuk
pembiayaan atau pinjaman sosial. Yang membedakannya dengan bank syariah dalam
hal ini adalah pangsa pasar yang lebih kecil, yaitu seputar wilayah Kabupaten
Banyumas, khususnya bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
Sistem funding
yang diterapkan oleh BMT Dana Mentari berlandaskan pada akad-akad syar’i
seperti mudharabah dan wadi’ah dalam produk tabungan, deposito maupun wadi’ah
amanah.. Dana tersebut kemudian dikumpulkan menjadi satu (pool of fund),
untuk kemudian disalurkan ke dalam pembiayaan produktif maupun konsumtif. Hal
di atas kecuali dana sosial (ZIS) yang dikhususkan penyalurannya kepada yang
berhak, sebagai pinjaman produktif tanpa mark up keuntungan bagi BMT.
Pada financing,
BMT Dana Mentari menyalurkan dana pihak ketiga kepada masyarakat yang
membutuhkan pembiayaan modal kerja, maupun untuk urusan konsumsi. Pemberian
pinjaman di BMT Dana Mentari menerapkan empat jenis akad yaitu mudharabah,
musyarakah, bai’ bitsamanin ‘ajil, serta murabahah. Selain itu terdapat produk
qordh al hasan yang merupakan perpanjangan tangan dari penghimpunan dana sosial
(ZIS).
3. Produk-produk
Unggulan
Produk-produk
unggulan, antara lain antara lain produk tabungan dan produk-produk pembiayaan.
Produk pembiayaan atau pinjaman antara lain, Mudharabah, Musyarakah, Bai’
Bitsaman Ajil (BBA), Murabahah, dan Qordh Al-Hasan. Produk Mudharabah dan
Musyarakah mengarah kepada pembiayaan produktif, dengan nisbah bagi hasil yang
belum ditentukan. Nisbah ini akan ditentukan melalui kesepakatan antara pihak
peminjam dan bank pada saat akad pembiayaan akan dilaksanakan.
Pada produk BBA
dan Murabahah, pinjaman yang diberikan lebih bersifat konsumtif, seperti untuk
pengadaan barang atau bahan baku. Kebanyakan dari para nasabah meminta jasa
produk pembiayaan konsumtif, yaitu pada produk murabahah karena mereka cenderung
mencari kemudahan dalam perhitungan transaksi.
BMT Dana Mentari
juga menerbitkan beberapa produk simpanan, simpanan berjangka maupun simpanan
amanah. Produk simpanan meliputi, antara lain :
1. Simpanan
UMMAT
Merupakan simpanan dana pihak
ketiga yang dapat dipergunakan oleh BMT Dana Mentari dimana pihak ketiga
mendapatkan bagi hasil dari pendapatan atas dana tersebut.
2. Simpanan
PENDIDIKAN
Merupakan simpanan yang
diperuntukan bagi para pelajar yang akan mempersiapkan dana untuk melanjutkan
ke jenjang yang lebih tinggi.
3. Simpanan
PERSIAPAN QURBAN
Merupakan simpanan yang ditujukan
untuk ibadah penyembelihan Qurban.
4. Simpanan
WALIMAH
Simpanan yang disediakan untuk
pernikahan dan akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan. Dana tersebut boleh
diambil di hari menjelang pernikahan.
5. Simpanan
HARI TUA
Simpana ini ditujukan untuk
kepentingan hari tua/ masa pensiun.
6. Simpanan
HAJI/UMROH
Merupakan simpanan yang ditujukan
untuk Ibadah Haji/ Umroh.
7. Simpanan
IBU BERSALIN
Simpanan ini dikhususkan untuk Ibu
yang akan melahirkan.
8. Simpanan
BERJANGKA
Simpanan ini merupakan simpanan
dana pihak ketiga baik perorangan maupun kelembagaan dengan jumlah dana yang
besar dan jangka waktu yang ditentukan.
9. Simpanan
AMANAH
Di
samping menerima simpan pinjam BMT menjadi sarana penyaluran zakat, infak,
shadaqah, wakaf, dan hibah baik dalam bentuk dana maupun barang.
Untuk
produk simpanan Ummat dan Pendidikan diberikan nisbah bagi hasil sebesar 35:65
(nasabah:bank). Untuk produk simpanan Qurban hingga simpanan Ibu Bersalin
mendapat nisbah 38:62. Pada simpanan berjangka, nisbah bagi hasil ditentukan
oleh jangka waktu tertentu, 38:63 bagi simapanan berjangka 1 bulan, 40:60 (3
bulan), 45:55 (6 bulan), dan 50:50 (12 bulan). Sedangkan pada simpanan Amanah,
BMT menjadi LAZ yang akan menyalurkan dana ke pembiayaan Qrdh al Hasan dan
sumbangan bagi kegiatan-kegiatan sosial, beasiswa dan dakwah.
4. Perbedaan Sistem antara BMT dan Bank Syariah
Secara
prinsip BMT dan Bank Syariah sama-sama menjunjung asas ekonomi islam dalam
sistem maupun operasionalnya. Namun, BMT (Dana Mentari) memiliki beberapa
perbedaan dengan Bank Syariah.
Perbedaan
yang paling menonjol adalah status hukum yang menaungi keduanya dimana Bank
Syariah sudah berbentuk perseroan dan tunduk di bawah Undang-Undang tentang
Perbankan Syariah. Sedangkan BMT masih belum memiliki status dan
perundang-undangan yang jelas walaupun mendapat dukungan dari pemerintah.
Sebagai solusinya, hingga saat ini BMT masih menginduk pada perundang-undangan
koperasi walaupun secara mekanisme kerja berbeda.
Pada
nisbah bagi hasil produk tabungan, Bank Syariah dan BMT cenderung memiliki
perbedaan, dimana BMT menentukan nisbah yang lebih kecil bagi nasabah
(penabung). Hal ini disebabkan karena pertimbangan modal BMT yang lebih kecil,
sistem profit sharing yang berbeda dengan bank syariah (revenue
sharing), tidak adanya pembebanan biaya administrasi bagi nasabah, serta
tingkat likuiditas BMT itu sendiri. Pada kasus BMT Dana Mentari, biaya
administrasi dibebankan pada nasabah saat nasabah hendak menutup rekening
tabungannya.
Pada
produk pembiayaan, BMT tidak menentukan nisbah tertentu. Prosentase bagi hasil
tersebut ditentukan melalui kesepakatan antara pihak BMT dengan calon peminjam
secara personal. Hal ini disebabkan karena BMT tidak tunduk kepada regulasi BI
(Bank Indonesia) sehingga lebih leluasa dalam menerapkan konsep bagi hasil yang
sesungguhnya.
5. Problematika BMT
Dengan
segala kekurangan, kelebihan, keunggulan dari BMT, problematika tetap saja ada,
antara lain :
a. Modal
Modal
yang relatif kecil menjadi permasalahan yang setiap saat ada pada BMT. Didukung
dengan perputaran modal yang belum tentu kembali 100 % untuk BMT. Diperlukan
adanya suntikan dana yang cukup baik dari pemerintah atau pihak-pihak yang
tertarik untuk berinvestasi di BMT.
b. Kredit
Macet
Lambatnya
angsuran yang diterima oleh BMT menjadi alasan yang klasik bagi BMT. Persoalan
ini sudah menjadi santapan tiap terjadi akad-akad pembiayaan walaupun tidak
semua peminjam selalu bermasalah.
c. Likuiditas
Dengan
modal yang relatif kecil dan diharuskan terjadi perputaran untuk memperoleh
laba, di samping dana pihak ketiga juga ikut diputar agar dana yang disimpan
memperoleh bagi hasil, maka BMT akan mengalami permasalahan likuiditas jika
tidak dapat memenuhi permintaan uang oleh nasabah.
d. Pangsa
Pasar
Pasar
yang digarap oleh BMT (Dana Mentari) adalah terbatas lingkup kabupaten,
sehingga jika diambil sebuah analisis, di kabupaten Banyumas tidak terdapat
industri-industri yang besar sehingga kurang mendukung adanya BMT sebagai
intermediasi. Selain itu, pangsa pasar di Purwokerto sudah terbatas karena saat
ini banyak bank yang sudah masuk ke dalam kegiatan ekonomi skala kecil.
C. KESIMPULAN
Dari berbagai
data di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa BMT
secara hukum berbeda status dengan bank syaruah. Dengan begitu, BMT menerapkan
konsep syariah lebih baik dari Bank Syariah karena tidak diatur oleh regulasi
Bank Indonesia. Selain itu, BMT memiliki pangsa pasar yang berbeda dengan Bank
Syariah, khususnya dalam hal luasnya. Hal tersebut pula yang kemudian berimbas
pada perbedaan dalam hal mekanisme kerja keduanya. Proporsi pendapatan dalam
nisbah bagi hasil selalu lebih besar bagi pihak BMT, khususnya dalam produk
simpann.
Gerakan BMT yang
gencar ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah misalnya, perlu
meregulasikan perundang-undangan yang jelas bagi BMT, sehingga kinerjanya lebih
optimal dan tidak terbentur urusan hukum. Masyarakat pun akan mulai
mempercayakan kebutuhan ekonominya pada lembaga mikro syariah ini, khususnya masyarakat
dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
DAFTAR
PUSTAKA
Antonio, M.
Syaf’i. 2001. Bank Syariah : Dari Teori Ke Praktek. Jakarta : Gema Insani
Press.
Suhendi, Hendi.
2008. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Ridwan,
Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil. Yogyakarta: UII Press.
Rosyidin, Ahmad
Dahlan. 2004. Lembaga Mikro dan Pembiayaan Mudharabah. Yogyakarta:
Global Pustaka Utama.
Widodo, Hertanto
dkk. 1999. PAS (Pedoman Akuntansi Syariat): Panduan Praktis Operasional
Baitul Mal Wat Tamwil (BMT). Bandung: Mizan.
0 Response to "MAKALAH MANAJEMEN DAN OPERASIONAL BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT)"
Post a Comment