Makalah Kafalah Dalam Muamalah - Manusia tidak terlepas dari hidup bermasyarakat, manusia adalah makhluk sosial yang selalu bergantungan dengan satu sama lainnya, maka dari itu, disini admin belajar tani pintar akan membagikan materi kafalah untuk sarana memperluas pengetahuan.
Makalah Kafalah
BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Kafalah Dalam Fiqih Muamalah
A. Pengertian Wakalah
Wakalah atau wikalah
merupakan isim masdar yang secara etimologis bermakna taukil,
yaitu menyerahkan, mewakilkan, dan menjaga.[1]
Wakalah dalam arti istilah didefinisikan oleh
para ulama sebagai berikut :
1. Menurut Malikiyah
Wakalah adalah penggantian oleh seseorang
terhadap orang lain di dalam haknya dimana ia melakukan tindakan hukum seperti
tindakannya, tanpa mengaitkan penggantian tersebut dengan apa yang terjadi
setelah kematian.[2]
2. Menurut Hanafiyah
Wakalah adalah menempatan seseorang terhadap
orang lain ditempat dirinya dalam suatu tasarruf yang dibolehkan dan
tertentu, dengan ketentuan bahwa orang yang mewakilkan termasuk orang yang
memiliki hak tasarruf.[3]
3. Menurut Syafi’iyah
Wakalah adalah penyerahan oleh seseorang kepada
orang lain terhadap sesuatu yang ia berhak mengerjakannya dan sesuatu itu bisa
digantikan, untuk dekerjakannya pada masa hidupnya.[4]
4. Menurut Hanabilah
Wakalah adalah penggantian oleh seseorang yang
dibolehkan melakukan tassaruf dalam perbuatan-perbuatan yang bisa
digantikan baik berupa hak Allah maupun hak manusia.[5]
Dari definisi diatas yang dikemukakan oleh para
ulama mazhab tersebut dapat dipahami bahwa wakalah adalah suatu akad dimana
pihak pertama menyerahkan pihak kedua bahwa untuk melakukan suatu perbuatan
yang bisa digantikan oleh orang lain pada masa hidupnya dengan syarat-syarat
tertentu.
B. Dasar Hukum
Wakalah disyariatkan dan hukumnya adalah boleh.
Ini berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, ijma’ dan qiyas.[6]
1. Dalil Al-Qur’an
QS. Al-Kahfi : 19
y7Ï9ºx2ur óOßg»oY÷Wyèt/ (#qä9uä!$|¡tGuÏ9 öNæhuZ÷t/ 4 tA$s% ×@ͬ!$s% öNåk÷]ÏiB öN2 óOçFø[Î6s9 ( (#qä9$s% $uZø[Î7s9 $·Böqt ÷rr& uÙ÷èt/ 5Qöqt 4 (#qä9$s% öNä3/u ÞOn=ôãr& $yJÎ/ óOçFø[Î6s9 (#þqèWyèö/$$sù Nà2yymr& öNä3Ï%ÍuqÎ/ ÿ¾ÍnÉ»yd n<Î) ÏpoYÏyJø9$# öÝàZuù=sù !$pkr& 4x.ør& $YB$yèsÛ Nà6Ï?ù'uù=sù 5-øÌÎ/ çm÷YÏiB ô#©Ün=tGuø9ur wur ¨btÏèô±ç öNà6Î/ #´ymr& ÇÊÒÈ
19. Dan Demikianlah kami bangunkan mereka agar
mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di
antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka
menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata
(yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada
(di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang
lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia
berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada
seorangpun.
Artinya :
Dan demikianlah kami bangunkan mereka agar
mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di
antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka
menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata
(yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada
(di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang
lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia
berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada
seorangpun.(QS. Al-Kahfi : 19)
Ayat ini melukiskan perginya salah seorang
ash-habul kahfi yang bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil
mereka dalam memilih dan membeli makanan.
Ayat lain yang menjadi rujukan al-wakalah
adalah kisah tentang Nabi Yusuf a.s. saat iya berkata kepada raja.
Qs. Yusuf : 55
tA$s% ÓÍ_ù=yèô_$# 4n?tã ÈûÉî!#tyz ÇÚöF{$# ( ÎoTÎ) îáÏÿym ÒOÎ=tæ ÇÎÎÈ
Berkata Yusuf:"Jadikanlah Aku bendaharawan
negara (Mesir); Sesungguhnya Aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi
berpengetahuan".
2. Al-Hadis
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلعم.
بَعَثَ أَبَا رَافِعٍ وَرَجُلاً مِنَ اْلأَنْصَارِ فَزَوَّجَاهُ مَيْمُوْنَةَ
بِنْتَ اْلحَارِثِ
Bahwa Nabi Muhammad SAW. pernah mewakilkan
urwah al-bariqi untuk membeli domba dan mewakilkan kepada Abu Rafi’ untuk
menerima pernikahan Maimunah.[7]
3. ijma’
Dalam kitab al-mughni disebutkan ulama sepakat
dibolehkannya wakalah. Para ulama pun bersepakat dengan ijma atas dibolehkannya
wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa
hal tersebut termasuk ta’awun atau tolong-menolong atas kebaikan dan
taqwa. Tolong-menolong diserukan oleh Al-Qur’an dan disunnahkan oleh Rasulullah
saw.[8]
Allah berfirman QS. Al-Ma’idah : 2
(#qçRur$yès?ur....n?tãÎhÉ9ø9$#3uqø)G9$#ur(wur(#qçRur$yès?n?tãÉOøOM}$#Èbºurôãèø9$#ur4...
Artinya :....“ dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong-menolong
dalam (mengerjakan) dosa dan permusuhan”...
4. qiyas
Bahwa kebutuhan manusia menuntut adanya wakalah
karena tidak setiap orang mampu menyelesaikan urusan sendiri secara langsung
sehingga ia membutuhkan orang lain untuk menggantikannya sebagai wakil.[9]
C. Rukun Wakalah
1.
Muwakkil
orang yang mewakilkan
2.
Wakil orang yang menerima perwakilan
3.
Muwakkal
fih (sesuatu
yang diwakilkan
D. Syarat-Syarat Wakalah
1.
Menurut
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 10/DSN-MUI/IV/2000 Tentang wakalah
a.
Syarat-Syarat Muwakkil (Yang Mewakilkan)
1)
Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap
sesuatu yang diwakilkan.
2)
Orang mukallaf atau anak mumayyiz
dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti
mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.
b.
Syarat-syarat wakil (yang mewakili)
1) Cakap
hukum,
2) Dapat
mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya,
3) Wakil
adalah orang yang diberi amanat.
c.
Muwakkal
fih (Hal-hal yang diwakilkan)
1) Diketahui
dengan jelas oleh orang yang mewakili
2) Tidak
bertentangan dengan syari’ah Islam,
3) Dapat
diwakilkan menurut syari’ah Islam.[11]
2. Menurut Hanafiyah
a. Syarat Muwakkil
Orang
yang mewakilkan harus orang yang dibolehkan melakukan sendiri perbuatannya yang
diwakilkannya kepada orang lain. Apabila muwakkil tidak boleh melakukan
perbuatan tersebut, misalnya karena gila, atau masih dibawah umur, maka wakalah
hukumnya tidak syah. Adapun anak yang sudah memasuki masa tamyiz, maka tasarruf-nya
terbagi kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut :
1)
Tasarruf
yang betul-betul merugikan seperti talak,
hibah, dan wasiat. dalam hal ini tasarruf-nya tidak syah sama sekali,
dan oleh karenanya tidak bisa diwakilkan kepada orang lain.
2)
Tasarruf yang betul-betul menguntungkan, seperti
menerima hibah, atau wasiat. Dalam hal ini tasarruf-nya hukumnya sah,
walaupun tidak diizinkan oleh walinya, dan oleh karenanya maka sah pula
diwakilkan.
3)
Tasarruf yang mungkin menguntungkan dan mungkin pula
merugikan, misalnya melakukan jual beli dan ijarah. Dalam hal ini tasarruf-nya
hukumnya sah apabila diizinkan oleh walinya, dan oleh karenanya maka bisa
diwakilkan. Akan tetapi, apabila walinya tidak mengizinkan maka hukum tasarruf-nya
mauquf (ditangguhkan) sampai ada izin walinya
Adapun Islam bukan merupakan syarat untuk muwakkil.
Dengan demikian, seorang kafir dzimmi boleh mewakilkan kepada orang
Islam.
b. Syarat wakil
1)
Orang
yang mewakili (wakil) harus orang yang berakal.
2)
Orang
yang mewakili (wakil) harus mengetahui tugas atau perkara yang diwakilkan
kepadanya.
c. Syarat perkara yang diwakilkan (muwakkal fih)
1)
Perkara
yang diwakilkan bukan meminta utang
2)
perkara
yang diwakilkan tersebut bukan merupakan hukuman had.
Selain perkara-perkara yang disebutkan diatas, wakalah
hukumnya sah. Misalnya jual beli, sewa-menyewa, nikah, hibah, talak, shadaqoh,
dan sebagainya. Hanya saja dalam beberapa akad shighat yang dinyatakan oleh
wakil, harus disandarkan kepada orang yang diwakili.[12]
3. Menurut Syafi’iyah
a. Syarat muwakkil dan wakil
1)
Muwakkil harus memiliki kecakapan untuk melakukan
pekerjaan yang akan diwakilkannya kepada orang lain.
2)
Seorang
wakil yang mampu melaksanakan perkara yang diwakilkan kepadanya, ia boleh
melakukan sendiri perkara tersebut, tetapi tidak boleh mewakilkan lagi kepada orang
lain, kecuali apabila ia tidak mampu melakukannya.
3)
Orang
yang buta tidak boleh melakukan tasarruf dalam sebagian barang yang
harus dilihat, tetapi ia boleh mewakilkannya kepada orang lain.
4)
Orang
yang sedang ihram haji atau umrah tidak sah melakukan akad nikah sendiri,
tetapi boleh mewakilkan kepadaa orang lain untuk nikah baginya setelah tahallul
dari ihram.
5)
Seorang
wanita dibolehkan untuk mewakili orang lain dalam menjatuhkan talaknya, tetapi
ia tidak dibolehkan untuk menjatuhkan talaknya sendiri.
6)
Seorang
pemboros (safih) dan seorang hamba sahaya dibolehkan untuk bertindak
sebagai wakil dalam menyatakan qobul nikah dari orang lain, tanpa persetujuan
wali dan tuannya (sayid), sedangkan dalam menyatakan ijab tidak
dibolehkan. Disamping itu mereka berdua tidak dibolehkan untuk melakukan qobul
nikah untuk diri mereka sendiri tanpa persetujuan wali dan sayid.
7)
Seorang
anak dibawah umur yang dapat dipercaya dan belum pernah berbohong, boleh
menjadi wakil dalam menyampaikan hadiah dan minta izin untuk memasuki rumah,
tetapi ia tidak diperbolehkan melakukan tasarruf sendiri.
8)
Seorang
wakil adalah harus tertentu dan jelas.
b. Syarat muwakkal fih (perkara yang
diwakilkan)
1)
Perkara
yang diwakilkan harus disebutkan dengan jelas
2)
Perkara
tersebut bisa digantikan. Perkara tersebut meliputi penetapan akad atau
membatalkannya.
E. Berakhirnya Akad Wakalah
Akad wakalah berakhir karena beberapa
hal berikut.
1.
Meninggalnya
salah seorang dari orang yang melakukan akad, atau gila.
2.
Telah
selesainya pekerjaan yang dimaksudkan dengan wakalah.
3.
Pemecatan
oleh muwakkil terhadap wakil walaupun ia (wakil) tidak mengetahuinya.
4.
Wakil
mengundurkan diri dari tugas wakalah.
5.
Perkara
yang diwakilkan telah keluar dari kepemilikan si muwakkil.[14]
F.
Aplikasi Wakalah Dalam Lembaga Keuangan Syariah
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila
nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan
jasa tertentu.
1.
Transfer
Jasa yang diberikan bank untuk mewakili nasabah dalam pemindahan
dana dari satu rekening kepada rekening lainnya. Proses transfer uang ini adalah proses
yang menggunakan konsep akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan
adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap bank sebagai
Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer
sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening
nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir
yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan.
Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang ini:
a.
Wesel Pos, Pada proses wesel pos, uang tunai
diberikan secara langsung dari Al- Muwakkil kepada Al-Wakil, dan
Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju.
b.
Transfer uang melalui cabang suatu bank. Dalam
proses ini Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang
merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung
kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah
yang dituju tersebut.
c.
Transfer melalui ATM, Pada proses ini transfer
uang pendelegasian tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil
kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil
meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank
untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada
rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang
ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.
2.
Inkaso
Inkaso merupakan kegiatan jasa Bank untuk melakukan amanat dari
pihak ke tiga berupa penagihan sejumlah uang kepada seseorang atau badan
tertentu di kota lain yang telah ditunjuk oleh si pemberi amanat. Disini bank
berlaku melakukan penagihan dan menerima pembayaran tagihan untuk
kepentingan Nasabah.
3.
Penitipan
yaitu akad pendelegasian pembelian barang, terjadi apabila
seseorang menunjuk orang lain sebagi pengganti dirinya untuk membeli sejumlah
barang dengan menyerahkanuang dengan harga penuh sesuai dengan harga barang
yang akan dibeli dalam kontrak wadiah. Agen (wakil) membayar pihak ketiga
dengan menggunakan titipan muwakkil untuk membeli barang. bank menitipkan
sejumlah uang kegiatan penitipan barang bergerak, yang penatausahaannya
dilakukan oleh Bank untuk kepentingan Nasabah berdasarkan suatu akad.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
yang dikemukakan oleh para ulama mazhab dapat dipahami bahwa wakalah adalah
suatu akad dimana pihak pertama menyerahkan pihak kedua bahwa untuk melakukan
suatu perbuatan yang bisa digantikan oleh orang lain pada masa hidupnya dengan
syarat-syarat tertentu. Dengan demikian,
apabila penyerahan tersebut harus dilakukan setelah orang yang mewakilkan
meninggal dunia, seperti wasiat, maka hal itu tidak termasuk wakalah.
Wakalah disyariatkan dan hukumnya adalah boleh.
Ini berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, ijma’ dan qiyas.
Rukun
wakalah ada tiga yaitu :
1. Dua orang yang melakukan transaksi, yaitu orang
yang mewakilkan (muwakkil) dan yang menjadi wakil (muwakkal).
2. Shighat (ijab
qobul).
3. uwakkal fih (sesuatu
yang diwakilkan).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Wardi Muslich,Fiqh Muamalat,
Jakarta: Amzah, 2010
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh
Muamalah,.Jakarta: Kencana. 2012
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari
Teori ke Praktek. Jakarta. Gema Insani. 2001
Ilmi, makhalul SM. Teori dan praktek lembaga mikro
keuangan syari’ah. Yogyakarta: UII press. 2002
Drs, Muhammad.M.Ag. Manajemen Bank Syari’ah. 2005.Yogyakarta,
(UPP) AMPYKPN. 2002
Muhammad. Manajemen pembiayaan bank syari’ah.
Yogyakarta: akademi manajemen perusahaan YKPN. 2005
[1]Mardani,
2012.Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta, Kencana, Hlm. 300
[2]
Ahmad Wardi Muslich, 2010, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah, Hlm. 417
[3]Ibid.,
Hlm. 418
[4]Ibid.,
[5]Ibid.,
Hlm. 419
[6]
Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek. Jakarta.
Gema Insani, Hlm. 120
[7]Ibid.,
Hlm. 122
[8]Ibid.,
Hlm. 122
[9]
Mardani, Op. Cit.., Hlm. 300
[10]Ibid.
[11] Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 10/Dsn-Mui/Iv/2000 Tentang
wakalah
[12]
Ahmad Wardi Muslich, Op. Cit., Hlm. 422-425
[13]
Ibid., Hlm. 427-430
[14]Ibid.,
Hlm. 432
0 Response to "Makalah Kafalah Dalam Fiqih Muamalah"
Post a Comment