Makalah BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) - bertemu lagi dengan saya, kali ini saya membagikan makalah BMT langsung aj ashare makalahnya dibawah ya gan.. Segala puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan hidayah untuk berfikir sehingga dapat melaksanakan
tugas untuk pembuatan makalah dalam upaya untuk memenuhi syarat dalam mata
kuliah Lembaga Keuangan
Syariah yang kami beri judul BMT (Baitul Maal Wa Tamwil).
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah yang kami
sajikan ini, tentunya tidak luput dari
adanya berbagai kekurangan dan kelemahan. Maka dari itu, dengan segala
kerendahan hati dan keterbatasan, kami mohon maaf kepada pembaca. Dan kepada
semua pihak kami mohon saran dan kritik yang bersifat membangun demi lebih
baiknya penyusunan makalah ini pada kesempatan selanjutnya. Dan kami ucapkan
terimakasih terkhusus kepada Bu Ika
Trisnawati A. M.Si Selaku Dosen mata kuliah Lembaga Keuangan Syariah yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
penyusunan makalah ini.
Demikian kiranya
dan sebagai harapan kami, semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi yang
membutuhkan, semoga bisa diterima sebagai berkas ataupun penalaran yang
mendasar. Akhir kata....
Wassalamu’alaikum
. wr . wb…..
DAFTAR ISI
Halaman
Judul.......................................................................................................... i
Kata
Pengantar......................................................................................................... ii
Daftar
Isi................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar
belakang.............................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. Pengertian BMT........................................................................................... 3
B. Sejarah
dan Perkembangan BMT di Indonesia............................................ 4
C. Status Hukum BMT..................................................................................... 5
D. Fungsi dan Peranan BMT............................................................................ 6
E. Kegiatan BMT............................................................................................. 8
F. Problematika BMT....................................................................................... 9
BAB III PENUTUP............................................................................................. 11
A. Kesimpulan.......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
BMT (Baitul Maal Wa Tamwil)
A.
Latar Belakang Masalah
Seiring berkembangnya perbankan syariah di Indonesia, berkembang pula
lembaga keuangan mikro syariah dgn sarana pendukung yg lebih lengkap.
Ketersedian infrastruktur baik berupa Peraturan Mentri, Keputusan Mentri, S0P,
SOM, IT, Jaringan dan Asosiasi serta perhatian perbankan khususnya perbankan
syariah mempermudah masyarakat mendirikan BMT. Apabila BMT berisi SDM yg
memiliki integritas tinggi, kapable di bidangnya, semangat kerja dan kinerja yg
baik maka BMT akan bergerak dan tumbuh dengan dinamis. Namun pergerakan dan
pertumbuhannya akan terhambat ketika modal kerja yg dimiliki tidak memadai.
Modal kerja sangat dibutuhkan untuk mengembangkan BMT. Jumlah pendapatan
yang ditargetkan tidak mungkin tercapai jika target pembiayaan (yang menjadi
core business BMT) tidak
tercapai.Salah satu faktor pendukung besarnya volume pembiayaan yang dapat
dikeluarkan adalah modal kerja. Sehebat apapun SDM yang dimiliki BMT, jika
tidak didukung oleh modal kerja yang memadai maka SDM yang baik pun akan goyah
karena dihadapkan oleh perolehan pendapatan yang minim yang tentu juga
dikhawatirkan berdampak pada penghasilan mereka dan kepastian masa
depannya.Maka timbulah berbagai masalah di BMT terkait SDM. Pengunduran diri
karyawan terlatih adalah hal yang sering muncul karena masalah kesejahteraan.
Yang terberat adalah karyawan menjadi tidak amanah, dana anggota diselewengkan.
Maka tinggalah pengurus BMT menanggung akibatnya.
Jika BMT memiliki SDM yang baik dan modal kerja yang cukup kita bisa lebih
berharap kepada BMT dengan kondisi seperti ini. Namun BMT dengan kondisi
seperti ini pun tidak selamanya terbebas dari masalah. BMT tumbuh menjadi
lembaga keuangan yang terus berkembang menjadi besar. Namun suatu saat BMT ini
tersadar ketika proses audit dilakukan. Terjadi banyak selisih data, yang pada
akhirnya menimbulkan biaya baru. BMT ini pun kesulitan melakukan evaluasi
terhadap kinerja keuangan, kinerja marketing dan resiko yang sedang
dihadapinya. Banyak BMT besar yang runtuh karena hal ini. Akar masalah dari hal
tersebut adalah tidak adanya atau tidak dijalankannya sistem. Banyak sistem
yang harus dijalankan oleh BMT. Sistem Operasional Prosedur, Sistem Informasi
(IT), Sistem Marketing, Sistem Operasional Manajemen dan sistem-sistem lainnya.
B. Rumusan
Masalah
1.
Pengertian
BMT?
2.
Sejarah dan Perkembangan BMT di Indonesia?
3.
Status
Hukum BMT?
4.
Fungsi
dan Peranan BMT?
5.
Kegiatan
BMT?
6.
Problematika
BMT?
BAB II
PEMBAHASAN
Makalah BMT (Baitul Maal Wa Tamwil)
A. Pengertian
BMT
BMT merupakan
kependekan dari Baitul Mal wa Tamwil. Lembaga ini merupakan gabungan
dari dua fungsi, yaitu baitul mal atau rumah dana serta baitul tamwil
atau rumah usaha.[1]
Baitul mal telah dikembangkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW sebagai lembaga
yang bertugas untuk mengumpulkan sekaligus membagikan (tashoruf) dana
sosial, seperti zakat, infak dan shodaqoh (ZIS). Sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis
keuangan yang berorientasi laba.
Menurut Ensiklopedi
Hukum Islam,[2]
baitul mal adalah lembaga keuangan Negara yang bertugas menerima, menyimpan,
dan mendistribusikan uang Negara sesuai dengan aturan syariat.
Menurut Harun Nasution,[3]
baitul mal biasanya diartikan sebagai perbendaharaan (umum atau Negara).
Menurut Suhrawardi K. Lubis,[4]
menyatakan baitul mal dilihat dari segi istilah fikih adalah “Suatu lembaga atau badan yang bertugas untuk
mengurusi kekayaan Negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal
pemasukan dan pengelolaan maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran
dan lain-lain.”
Didirikannya BMT dengan tujuan meningkatkan kualitas
usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa BMT berorientasi pada upaya
peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Anggota harus diberdayakan
supaya dapat mandiri. Dengan sendirinya, tidak dapat dibenarkan jika para
anggota dan masyarakat menjadi sangat tergantung kepada BMT. Dengan menjadi
anggota BMT, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan
usahanya.
Pemberian modal pinjaman sedapat mungkin dapat
memandirikan ekonomi para peminjam. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
pendampingan. Dalam pelemparan pembiayaan, BMT harus dapat menciptakan suasana
keterbukaan, sehingga dapat mendeteksi berbagai kemungkinan yang timbul pada
pembiayaan. Untuk mempermudah pendampingan, penddekatan pola kelompok menjadi
sangat penting. Anggota dikelompokkan berdasarkan usaha sejenis atau kedekatan
tempat tinggal, sehingga BMT dapat dengan mudah melakukan pendampingan.
B.
Sejarah dan Perkembangan BMT di Indonesia
Sejarah BMT ada
di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman
yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha
kecil. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI (Ikatan
Cendikiawan Muslim Indonesia) sebagai sebuah gerakan yang secara
operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).
Pada perkembangannya, menurut Ketua Umum Asosiasi BMT Seluruh Indonesia
(Absindo), Aries Muftie, saat ini setidaknya terdapat sekitar 3.000-4.000 BMT
di seluruh Tanah Air.[5]
Perkembangan
tersebut terjadi disebabkan oleh gerakan BMT yang berskala mikro, sehingga
lebih dekat kepada masyarakat menengah ke bawah. Cukup dengan sejumlah modal
dan beberapa orang yang bersedia menggerakkan dengan prinsip syariah, maka BMT
sudah dapat didirikan, bahkan di desa terpencil sekalipun.
Dalam
kinerja operasionalnya, BMT di Indonesia sama dengan fungsi utama operasional
bank syariah yang mencakup penghimpunan dana dari masyarakat (funding)
dan penyaluran dana (financing) sebagai bentuk usaha BMT itu sendiri.
Sistem yang digunakan tentu saja merupakan sistem yang berlandaskan syariah
Islam. Akad-akad yang diterapkan dalam perbankan syariah juga diterapkan di
BMT, seperti mudharabah, murabahah, wadia’ah hingga qardhul hasan, baik
dalam konteks penghimpunan maupun penyaluran dana dari dan kepada masyarakat.
C.
Status Hukum BMT
Legalitas
keberadaan BMT dianggap sah karena tetap berasaskan Pancasila, UUD 1945 dan
prinsip syariah Islam. Pada sudut pandang lembaga sosial, BMT memiliki kesamaan
fungsi dengan Lembaga Amil Zakat. BMT dituntut untuk dapat menjadi LAZ yang
mapan dalam pengumpulan dan penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf dari mustahiq
kepada golongan yang paling berhak sesuai ketentuan syariah dan UU No. 38 tahun
1999 tentang pengelolaan zakat.
Menurut
pasal 16 ayat (1) Undang Undang Nomor 10 tahun 1998, kegiatan menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh Bank Umum atau
BPR, kecuali apabila kegiatan itu diatur dengan undang-undang tersendiri.
Sebagaimana juga yang tercantum dalam pasal 46 UU tersebut, BMT seharusnya
mendapatkan sanksi karena menjalankan usaha perbankan tanpa izin usaha. Namun
di sisi lain, keberadaan BMT di Indonesia justru mendapatkan dukungan dari
pemerintah, dengan diluncurkan sebagai Gerakan Nasional pada tahu 1994 oleh
Presiden.
Untuk
mengatasi krisis hukum tersebut, maka dalam prakteknya sebagian BMT mengambil
bentuk badan usaha koperasi dan sebagian lain belum memiliki badan usaha yang
jelas atau masih bersifat pra-koperasi. Koperasi sendiri merupakan bentuk badan
usaha yang relatif lebih dekat untuk BMT, tetapi menurut Undang Undang
Perkoperasian kegiatan menghimpun dana simpanan terbatas hanya dari para
anggotanya (Pasal 44 UU. No. 25/ 1992). Pasal 44 ayat (1) U.U. No. 25 Tahun
1992 mengatur bahwa koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui
kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan,
atau koperasi lain dan/atau
anggotanya. Salah satu nama yang berkembang kemudian adalah lembaga KJSK
(Koperasi Jasa Keuangan Syariah) yang berstatus hukum koperasi.
D. Fungsi
dan Peranan BMT
Visi BMT mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT
menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota (ibadah dalam
arti yang luas), sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah SWT,
memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya..
Titik tekan perumusan Visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang professional dan
dapat meningkatkan kualitas ibadah.
Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan
perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran, serta
berkeadilan berlandaskan syari’ah dan diridhoi Allah SWT. Dari pengertian
tersebut dapat dipahami bahwa misi BMT bukan sematamata mencari keuntungan dan
penumpukan laba modal pada golongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi
pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip
ekonomi Islam.
Muhammad Ridwan,[6]
menjelaskan ada lima fungsi yang harus dilaksanakan yaitu:
1.
Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi,
mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat
(Pokusma) dan daerah kerjanya.
2.
Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi
professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi
persaingan global.
3.
Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.
4.
Menjadi perantara keuangan antara agnia ( Yang
berhutang ) sebagai shahibul maal dengan duafa sebagai mudharib, terutama untuk
dana social seperti zakat, infaq, sedekah wakaf hibah dll.
5.
Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana baik
sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha
produktif.
Konsep BMT sebagai lembaga keuangan mikro syari’ah,
merupakan konsep pengelolaan dana (simpan-pinjam) di tingkat komunitas yang
sebenarnya searah dengan konsep otonomi daerah yang bertumpu pada pengelolaan
sumber daya di tingkat pemerintahan (administrasi) terendah yaitu desa.
Mengutip formulasi Bambang Ismawan (1994) tentang
lembaga keuangan mikro, maka setidaknya terdapat beberapa hal yang
diperankan BMT dalam otonomi daerah :
1.
Mendukung pemerataan pertumbuhan
Pelayanan BMT secara luas dan efektif sehingga akan
terlayani berbagai kelompok usaha mikro. Perkembangan usaha mikro yang kemudian
berubah menjadi usaha kecil, hal ini akan memfasilitasi pemerataan pertumbuhan.
2.
Mengatasi kesenjangan kota dan desa
Akibat jangkauan BMT yang luas, bisa meliputi desa dan
kota, hal ini merupakan terobosan pembangunan. Harus diakui, pembangunan selama
ini acap kali kurang adil pada masyarakat desa, sebab lebih condong
mengembangkan kota. Salah satu indikatornya adalah dari derasnya arus
urbanisasi dan pesatnya perkembangan keuangan mikro yang berkemampuan menjangkau
desa, tentu saja akan mengurangi kesenjangan desa dan kota.
3.
Mengatasi kesenjangan usaha besar dan usaha kecil
Sektor yang selama ini mendapat akses dan kemudahan
dalam mengembangkan diri adalah usaha besar, akibatnya timbul jurang yang lebar
antara perkembangan usaha besar dan semakin tak terkejar oleh usaha kecil.
Dengan dukungan pembiayaan usaha kecil, tentunya hal ini akan mengurangi
kesenjangan yang terjadi.
4.
Mengurangi capital outflow
Perkembangan kota-kota besar yang sedemikian pesat,
semakin meninggalkan pertumbuhan daerah-daerah pedesan. Lembaga keuangan mikro
syari’ah BMT lebih berkemampuan memfasilitasi agar tabungan dari masyarakat
desa atau daerah terkait, dapat memanfaatkan kembali tabungan yang telah mereka
kumpulkan.
5.
Meningkatkan kemandirian daerah
Dengan adanya faktor-faktor produksi (capital, tanah,
SDM) yang merupakan kekuatan dimiliki oleh daerah, dimanfaatkan dan
didayagunakan sepenuhnya untuk memanfaatkan berbagai peluang yang ada, maka
ketergantungan terhadap investasi dari luar daerah (maupun luar negeri) akan
terkurangi, serta investasi ekonomi rakyat, dapat berkembang pesat.
E. Kegiatan
BMT
BMT melaksanakan dua jenis kegiatan
yaitu baitul tamwil dan baitulmal. Baitul tamwil mengembangkan usaha-usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan pengusaha kecil ke
bawah dan kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan meminjam pembiayaan
ekonomi. Adapun Baitul Maal menerima titipan zakat, infak dan sedekah serta
menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. BMT diperlukan karena
masyarakat membutuhkannya sebab belum ada lembaga perbankan yang mampu
berhubungan langsung dengan pengusaha kecil bawal dan kecil.
Menurut Neni Sri Ismaniyati,[7]
kegiatan yang dikembangkan oleh BMT ada beberapa macam antara lain:
1. Menggalang
dan menghimpun dana yang digunakan untuk membiayai usaha-usaha anggotanya.
2. Memberikan pembiayaan kepada anggota sesuai dengan
penilaian kelayakan yang dilakukan oleh pengelola BMT bersama anggota yang
bersangkutan.
3. Mengelola usaha simpan-pinjam itu secara professional
sehingga kegiatan BMT bisa menghasilkan keuntungan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
4. Mengembangkan usaha-usaha di sector riil yang
bertujuan untuk mencari keuntungan dan menunjang usaha anggota, misalnya
distribusi dan pemasaran, penyedia bahan baku, sistem pengelolaan, dan
lain-lain.
Agar kegiatan sebagaimana tersebut
dapat berjalan lancer, maka BMT dalam melaksanakan operasionalnya memerlukan
modal yang dapat dihimpun sebagai berikut:
1. Simpanan
Pokok Khusus
(SPK), yaitu simpanan
yang merupakan modal awal untuk mendirikan BMT. Jumlah tidak terbatas, terserah
para penyimpan akan menyimpan berapa menurut kemampuannya. Jumlah
kepemilikannya tidak memengaruhi hak suara dalam rapat. SPK ini ditarik dari
masyarakat sehubungan dengan adanya pendirian BMT tersebut.
2. Simpan Pokok (SP), merupakan simpanan yang menjadi
bukti keanggotaan di BMT, biasanya besarnya sama setiap anggota dan dapat
diangsur. Anggota yang telah melunasi SP ini dianggap sebagai anggota penuh
dengan segala hak dan kewajiban nya. Bagi yang belum lunas, biasanya dicatat
sebagai calon anggota.
3. Simpanan Wajib (SW), merupakan kewajiban yang harus
dibayar oleh setiap anggota BMT sesuai dengan periode waktu yang telah
ditetapkan, misalnya harian, mingguan, bulanan, tahunan, Penetapan periode
peembayaran dapat disesuaikan dengan kesanggupan anggota masing-masing.
4. Simpanan Sukarela (SS), merupakan simpanan atau
titipan anggota dan calon anggota kepada BMT, bisa dalam bentuk tabung,
deposito, atau bentuk lain yang sah.
5. Jasa, merupakan produk BMT (sebagai usaha jasa
keuangan). Anggota yang telah memenuhi persyaratan dapat memperoleh pelayanan
jasa keuangan yang ada di BMT dengan member fee
kepada BMT.
6. Wadish, merupakan titipan umum yang ada di BMT dan
umumnya yang disimpan dalam produk ini adalah dana sosial seperti zakat, infak
dan sebagainya.
F.
Problematika
BMT
Dengan
segala kekurangan, kelebihan, keunggulan dari BMT, problematika tetap saja ada,
antara lain :
a. Modal
Modal
yang relatif kecil menjadi permasalahan yang setiap saat ada pada BMT. Didukung
dengan perputaran modal yang belum tentu kembali 100 % untuk BMT. Diperlukan
adanya suntikan dana yang cukup baik dari pemerintah atau pihak-pihak yang
tertarik untuk berinvestasi di BMT.
b. Kredit
Macet
Lambatnya
angsuran yang diterima oleh BMT menjadi alasan yang klasik bagi BMT. Persoalan
ini sudah menjadi santapan tiap terjadi akad-akad pembiayaan walaupun tidak
semua peminjam selalu bermasalah.
c. Likuiditas
Dengan
modal yang relatif kecil dan diharuskan terjadi perputaran untuk memperoleh
laba, di samping dana pihak ketiga juga ikut diputar agar dana yang disimpan
memperoleh bagi hasil, maka BMT akan mengalami permasalahan likuiditas jika
tidak dapat memenuhi permintaan uang oleh nasabah.
d. Pangsa
Pasar
Pasar
yang digarap oleh BMT (Dana Mentari) adalah terbatas lingkup kabupaten,
sehingga jika diambil sebuah analisis, di kabupaten Banyumas tidak terdapat
industri-industri yang besar sehingga kurang mendukung adanya BMT sebagai
intermediasi. Selain itu, pangsa pasar di Purwokerto sudah terbatas karena saat
ini banyak bank yang sudah masuk ke dalam kegiatan ekonomi skala kecil.
BAB
III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari berbagai
data di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa BMT
secara hukum berbeda status dengan bank syariah. Dengan begitu, BMT menerapkan
konsep syariah lebih baik dari Bank Syariah karena tidak diatur oleh regulasi
Bank Indonesia. Selain itu, BMT memiliki pangsa pasar yang berbeda dengan Bank
Syariah, khususnya dalam hal luasnya. Hal tersebut pula yang kemudian berimbas
pada perbedaan dalam hal mekanisme kerja keduanya. Proporsi pendapatan dalam
nisbah bagi hasil selalu lebih besar bagi pihak BMT, khususnya dalam produk
simpann.
Gerakan BMT yang gencar ini membutuhkan
dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah misalnya, perlu meregulasikan
perundang-undangan yang jelas bagi BMT, sehingga kinerjanya lebih optimal dan
tidak terbentur urusan hukum. Masyarakat pun akan mulai mempercayakan kebutuhan
ekonominya pada lembaga mikro syariah ini, khususnya masyarakat dengan tingkat
ekonomi menengah ke bawah.
[2] Abdul
Azis Dahlan (et al), Ensiklopedi Hukum
Islam, Cetakan ke 1, Jakarta Ichtiar Baru van Hoeve,1996, hlm. 186.
[5]
Batavies.co.id
[6] Muhammad
Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil
(BMT), UII Press Yogyakarta, 2005,
Cet. 2, hlm.130-131.
[7] Neni Sri
Ismaniyati, Aspek-Aspek Hukum BMT (Baitul
Maal wa Tamwil), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, cet. 1, hlm. 84.
0 Response to "Makalah BMT (Baitul Maal Wa Tamwil)"
Post a Comment