Makalah Musaqoh Dalam Hukum Islam fiqih Muamalah

Makalah Musaqoh Dalam Hukum Islam fiqih Muamalah, hay gays kali ini saya membagikan Makalah Musaqoh yang sebagian dari materi fiqih muamalah, yang tiap harinya kita bahas ya gays. yuk langsung aja share makalahnyadibawah ini gays...

BAB II
PEMBAHASAN
MUSAQAH DALAM HUKUM ISLAM

A.    Pengertian musaqah
Musaqah dalam arti bahasa merupakan wazn mufa’alah dari kata as-saqyu yang sinonimnya asy-syurbu artinya member minum. Penduduk Madinah menamai  Musaqahdengan mu’amalah yang merupakan wazn mufa’alah dari kata amila yang artinya bekerja sama.[1]
Al – Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana sepenggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan sebagai imbalan, si penggarap berhak atas misbah tertentu dari hasil panen.[2]
Menurut ahli fiqih adalah menyerahkan pohon yang telah atau belum ditanam dengan sebidang tanah, kepada seseorang yag menanam dan merawatnya di tanah tersebut (seperti menyiram dan sebagainya hingga berbuah). Lalu pekerja mendapatkan bagian yang telah disepakati dari buah yang dihasilkan, sedangkan sisanya adalah untuk pemiliknya.[3]
Dari definisi – definisi tersebut dapat dipahami bahwa Musaqah adalah suatu akad antara dua orang dimana pihak pertama memberikan pepohonan dalam sebidang tanah perkebunan untuk diurus, disirami dan dirawat, sehingga pohon tersebut menghasilkan buah – buahan, dan hasil tersebut dibagi diantara mereka berdua.Namun, syafi’iyah kelihatannya membatasi perjanjian musaqah ini hanya dalam pohon qurma atau anggur saja, tidak diperluas dalam semua pepohonan.

B.     Dasar hukum
Menurut hanafiyah sama dengan muzara’ah, baik hokum maupun syarat – syaratnya. Menurut imam abu hanafiyah dan juffar, musaqah dengan imbalan yang diambil dari sebagian hasil yang diperolehnya, hukumnya batal, karena hal itu termasuk akad sewa menyewa yang sewanya dibayar dari hasilnya, dan hal tersebut dilarang oleh syara’, sebagai mana disebutkan dalam hadist Nabi SAW dari rafi’ bin khadij, bahwa Nabi bersabda[4] :

Artinya            :
“barang siapa yang memiliki sebidang tanah, maka hendaklah ia menanamnya, dan janganlah ia menyekannya dengan sepertiga dan tidak pula sepermpat ( dari hasilnya ) dan tidak juga dengan makanan yang disebutkan ( tertentu ). ( Muttafaq alaih )
           
Menurut abu yusuf dan Muhammad bin hasan serta jumhur ulama ( malik, syafi’I, dan ahmad ), musaqahdibolehkan dengan beberapa syarat. Pendapat ini didasarkan kepada hadist Nabi :



Artinya            :
“dari ibnu ummar bahwa Nabi SAW bekerja sama dengan penduduk khaibar ( menyirami tanaman ) dengan imbalan separuh dari hasil yang diperoleh, baik berupa buah – buahan maupun pepohonan. ( HR. jama’ah )

Disamping itu, akad musaqahdibutuhkan oleh manusia, karena terkadang disatu pihak memiliki pepohonan atau perkebunan tidak sempat atau tidak dapat mengurus dan merawatnya, sedangkan dipihak lain ada orang yang mampu dan sempat mengrus dan meraawat pepohonan dan perkebunan, namun ia tidak memiliki pepohonan atau perkebunan tersebut. Dengan demikian, pihak pertama memerlukan penggarap, sedangkan pihak lain (amil) memerlukan pekerjaan.

C.    Rukun dan Syarat musaqah
1.      Rukun musaqah adalah    [5]:
a.       aqidain ( pemilik kebun dan penggarap )
b.      Pemeliharaan tanaman
c.       Tanaman yang pelihara
d.      Sighat ( ijabdan qabul )

2.      Syarat - syarat musaqah
Pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan syarat – syarat muzara’ah.
Syarat – syarat musaqah adalah sebagai berikut :
a.       Kecakapan aqidain. Dalam hal ini aqidain harus berakal dan mumayyiz. Menurut hanafiyah, baligh tidak menjadi syarat, sedangkan menurut ulama yang lain, baligh menjadi syarat syahnya musaqah.
b.      Objek akad, yaitu harus pohon yang berbuah. Hanya saja dalam hal ini ada perbedaan pendapat, sebagai mana dikemukakan dimuka. Disamping itu objek pekerjaan yaitu pohon harus jelas dan diketahui.
c.       Membebaskan amil dari pohon. Dalam hal ini pemilik tanah atau kebun harus menyerahkan sepenuhnya pohon yang akan dirawat/digarap kepada penggarap. Apabila disyaratkan pekerjaan dilakukan oleh kedua belah pihak maka akad musaqahmenjadi batal atau fasid.
d.      Kepemilikan bersama dalam hasil yang diperoleh, yakni hasl yang diperoleh dibagi diantara pemilik dan penggarap dengan kadar pembagian yang jelas.

D.    Hokum musaqahshahih dan fasid
Musaqahyang shahih adalah akad musaqahyang syarat-syaratnya terpenuhi. Apabila tidak terpenuhi, maka musaqahmenjadifasid.[6]
a.       Hokum musaqah yang shahih
1.      Menurut Hanafiah
a)      Semua pekerjaan yang berkaitan dengan pemeliharaan pohon merupakan kewajiban penggarap, sedangkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pohon, seperti biaya perwatan dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab bersama antara pemilik dan penggarap.
b)      Hasil yang diperoleh dibagi diantara kedua belah pihak berdasarkan syarat – syarat yang disepakati.
c)      Apabila pohon tidak menghasilkan buah, maka kedua belah pihak tidak mendapatkan apa-apa.
d)     Akad musaqah merupakan akad yang lazim atau mengikat bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu, masing – masing pihak tidak bisa menolak untuk melaksanakannya atau membatalkannya tanpa persetujuan pihak yang lain, kecuali karena udzur.
e)      Pemilih boleh memaksa penggarap untuk melakukan pekerjaannya, kecuali karena udzur.
f)       Dibolehkan menambah hasil (bagian) dari ketetapan yang telah disepakati.
g)      Penggarap tidak boleh memberikan musaqahkepada orang lain kecuali diizinkan oleh pemilik pohon.

2.      Menurut Malikiyah
a)      Pekerjaan – pekerjaan yang tidak ada kaitannya dengan buah –buahan. Dalam hal ini penggarap tidak terikat dengan akad dan tidak boleh dijadikan sebagai syarat.
b)      Pekerjaan – pekerjaan yang tidak ada kaitannya dengan buah –buahan dan ada bekasnya, seperti menggali sumur atau membangun gudang untuk menyimpan buah. Dalam hal ini penggarap juga tidak terikat dan tidak boleh dijadikan syarat.
c)      Pekerjaan – pekerjaan yang tidak ada kaitannya dengan buah –buahan tetapi tidak ada bekasnya, seperti menyiram tanaman atau pohon. Dalam hal ini penggarap terikat dengan akad dan boleh dijadikan syarat.

3.      Menurut Syafi’iyah dan Hanabilah
Sepakat dengan Malikiyah dalam pembatasan pekerjaan penggarap dan hak – haknya.Mereka mengatakan dalam kaitan dengan penggarap bahwa semua pekerjaan yang manfaatnya untuk buah atau yang rutin setiap tahun seperti menyirami pohon dan membersihkan seluruh saluran air merupakan kewajiban penggarap.Sedangkan pekerjaan yang tidak rutin dan manfaatnya untuk tanah, seperti membuat saluran air atau pagar, merupakan kewajiban pemilik kebun.
Makalah Musaqoh 
b.      Hukum musaqahyang fasid
1.      Menurut Hanafiyah
a)      Adanya syarat bahwa hasil yang diperoleh semuanya untuk salah satu pihak saja. Dalam hal ini makna syirkah menjadi tidak ada.
b)      Adanya syarat bahwa sebagian tertentu dari hasil yang diperoleh dari salah satu pihak.
c)      Adanya syarat bahwa pemilik kebun ikut serta melakukan penggarapan.
d)     Adanya syarat bahwa pemetikan dibebankan kepada penggarap karena penggarap hanya berkewajiban memelihara tanaman sebelum hasilnya dipetik. Adapun sesudahnya, menjadi kewajiban dua belah pihak.
e)      Adanya syarat bahwa pemeliharaan setelah pembagian hasil menjadi kewajiban penggarap, karena hal itu bukan garapan musaqah.
f)       Adanya syarat bahwa penggarap harus tetap bekerja setelah selesainya masa perjanjianmusaqah.
g)      Adanya kesepakatan terhadap masa yang menurut kebiasaan buah tidak mungkin berhasil dalam waktu atau masa tersebut, karena hal itu merugikan penggarap dan tidak akan tercapainya tujuan akad musaqah.
h)      Kerja sama musaqah dengan teman serikat ( sesame pemilik kebun ). Seperti satu kebun dimiliki oleh dua orang bersama-sama. Pertama memberikan bagian kebunnya kepada temannya (pemilik kedua) untuk digarap dengan cara musaqah dengan pembagian hasilnya dua pertiga untuknya, sedangkan teman serikat yang menjadi amil diberi sepertiga. Hal ini tidak diperbolehkan dan menyebabkan musaqah menjadi fasid, karena dalam musaqah terkandung ijarah. Dan satu orang tidak boleh sekaligus menjadi ajir(tenaga kerja) dan syarik.

2.      Menurut malikiyah apabila musaqah rusak sebelum penggarapan maka akad menjadi fasakh atau batal. Apabila musaqah rusak setelah mulai bekerja, maka akad dibatalkan ditengah-tengah pekerjaannya itu dan penggarap berhak atas upah yang sepadan, jika akad berpindah dari musaqah menjadi ijarah fasidah atau jual beli yang fasid.

3.      Menurut syafi’iyah dan hanabilah, apabila buah yang keluar setelah penggarapan ternyata bukan milik orang yang berakad dengannya maka sipenggarap berhak mendapat upah yang sepadan atas pekerjaannya, karena ia telah kehilangan manfaat dari jerih payahnya dalam musaqah tersebut.
E.     Berakhirnya Akad Musaqah
1.      Telah selesainya masa yang disepakati oleh kedua belah pihak.[7]
2.      Meninggalnya salah satu pihak, baik pemilik maupun penggarap. Apabila pemilik meninggal maka penggarap harus melanjutkan pekerjaannya walaupun ahli waris pemilik pohon tidak menyukainya.
3.      Akadnya batal disebabkan aqilah (pernyataan batal) secara jelas atau udzur.

F.     Hikmah
1.      Menghilangkan bahaya kefaqiran dan kemiskinan dan dengan demikian terpenuhi segala kekurangan dan kebutuhan.
2.      Terciptanya saling memberi manfaat antara sesama manusia.
3.      Bagi pemilik kebun sudah tentu pepohonannya akan terpelihara dari kerusakan dan akan tumbuh subur karena dirawat.
4.      Terwujudnya kerjasama yang saling menguntungkan antara pemilik kebun dengan penggarap,Meningkatkan kesejahteraan masyarakat,Tertanggulanginyakemiskinan.

Dewan syariah memutuskan[8]
Menetapakan : FATWA TENTANG PENCADANGAN BAGI HASIL
Pertama          : Ketentuan Pencadangan
a.       LKS tidak boleh melakukan pencadangan bagi hasil dari usaha yang dibiayainya dengan ketentuan;
b.      Dana yang dicadangkan diambil dari bagian keuntungan yang diperoleh LKS setelah dibagihasilkan oleh nasabah;
c.       Pencadangan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat modal perusahan, mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian atau untuk menjaga fluktuasi bagi hasil;
d.      Dana yang dicadangakan diambil dari bagian keuntungan yang diperoleh LKS setelah dibagihasilkan dengan nasabah;
e.       Pencadangan dimaksud di atas harus didasarkan pada peraturan internal LKS atau kesepakatan para pihak yang terkait;
f.       Pencadangan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat modal perusahan, mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian atau untuk menjaga fluktuasi bagi hasil.

Kedua           : ketentuan penutup
1.      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara pihak-pihak terkait, maka penyelsainnya dilakukan melalui badan Arbitlase Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melaluai musyawarah.
2.      Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimna mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal           : 08 Muharram 1426 H
                          17 februari 2015 M

DEWAN SYARIAH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESA

Ketua,                                                 Sekertaris,


Dr. K.H. M.A. Sahal Mahfudh           Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddi.










BAB III
KESIMPULAN

Dalam hal hubungan sesama manusia terutama dibidang kerjasama haruslah sesuai dengan kaidah ajaran Islam. Karena dengan mempraktikkan secara Islam maka yakinlah bahwa tidak akan ada pihak yang dirugikan, kemudian dengan menjalin kerjsama secara kaidah Islam maka yakin lah pula bahwa kerjasama yang dijalin pun akan diridhoi oleh Allah SWT . Dilihat dari pernyataan ini diketahui bahwa memang benar pohon dapat mengentaskan kemiskinan secara individu, tetapi secara perlahan-lahan akan dapat pula mengentaskan kemiskinan secara umum, dengan kata lain perlahan-perlahan perekonomian masyarakat tersebut menuju kea rah tingkat kehidupan yang semakin baik.Dan ditinjau dari segi cara pembagian sebesar separoh sebagaimana telah diuraikan dimuka, maka dapat dikatakan bahwa hal tersebut sudah sejalan dengan syari’at Islam.
Musaqah adalah penyerahan pohon tertentu kepada orang yang menyiramnya dan menjanjikannya, bila sampai buah pohon masak dia akan diberi imbalan buah dalam jumlah tertentu









demikian Makalah Musaqoh, semoga dapat bermanfaat bagi kalian semua...

Daftar Pustaka
Ahmad Wardi Muslich,Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah, 2010
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana Prenadamedia Groub, 2013.


[1]Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah, 2010. Hlm. 404
[2]Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana Prenadamedia Groub, 2013. Hlm 242
[4]Ibid., Hlm. 405
[5]Ibid., Hlm. 407
[6] Ibid., Hlm. 410 – 414
[7]Ibid., Hlm. 414
[8] Ibid. Hlm. 237-238.

0 Response to "Makalah Musaqoh Dalam Hukum Islam fiqih Muamalah"

Post a Comment